Minggu, 24 Oktober 2010

Touring Pontianak-Mempawah


*Melelahkan Sekaligus Menyenangkan

Nurbaiti (55), terus menebar senyum. Sambil bergurau, ibu dua anak ini, memeriksa kondisi sepeda dames miliknya di depan Makorem Pontianak, Sabtu (23/10), pukul 06.30 WIB. Suaminya, Sukardi (69), ikut mengecek kelengkapan perjalanan di boncengan belakang.

Sepasang suami istri itu, sedang mempersiapkan diri mengikuti turing Pontianak-Mempawah bersama sekitar 40 pecinta sepeda tua yang tergabung dalam Sepeda Onte Kalbar (Sepok).

Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Mahasiswa, pengusaha, pelajar, dosen, jurnalis, seniman, dan lain sebagainya. Sepeda yang ditunggangi juga macam-macam. Ada Simplex, Gazelle, Fongers, Batavus, Raleigh, NSU, Philips, Rugde, BSA, dan lain-lain.


"Kebetulan di rumah tinggal kami berdua. Anak-anak sudah besar semua. Jadi, kami memutuskan ikut," kata Nurbaiti kepada Tribun.

Ia mengaku tidak ada persiapan khusus untuk turing kali ini. Sebab, hampir setiap akhir pekan mengayuh sepeda. Aktivitas itu ia lakukan setelah aerobik dan senam jantung sehat di Stadion Sutan Syarif Abdurahman.

"Hanya sarapan pagi. Itu yang paling penting untuk energi menempuh perjalanan jauh. Ini yang terjauh saya pake sepeda tua," ujar warga Jl Martadinata, Gg Bersama 1C ini.

Sukardi terlihat begitu perhatian. Ia pun terus mengiringi istri yang sudah memberinya dua anak itu. Setelah mengutarakan izin, ia tidak kuasa menolak. "Saya tidak sampai ke Mempawah. Hanya sampai Jungkat saja. Ada tugas di sana," ujarnya.

Peserta lainnya, Margono AM (67) juga tidak kalah semangatnya. "Senang kumpul bareng, jadi banyak teman. Menghilangkah pikiran penat sekaligus tukar pendapat," ujar warga Jl Perdana ini.

Penuturan serupa juga diungkapkan Dadan Kusnandar. Dosen FMIPA Universitas Tanjungpura ini, mengaku turing ini penuh keakraban sesama ontelis. "Baru pertama kali ngengkol sampai Mempawah. Cape dan lelah. Namun, sekaligus menyenangkan," katanya.

Ketua Panitia Turing, Mat Solar, menuturkan banyak anggota Sepok yang ingin ikut, namun tidak bisa karena berbagai kesibukan.

"Alamdulillah lancar. Semua sudah dipersiapkan. Mulai dari mobil pengiring, sampai dengan obat-obatan. Ada satu yang sempat keram. Tapi, sudah bisa normal kembali setelah diberi obat semprot. Penginapan oke, pengamanan ok. Ini berkat dukungan semua pihak, termasuk rekan- rekan PLN Mempawah," ujar Mat Solar.

Ketua Sepok, Jayus Agustono, mengatakan turing Pontianak-Mempawah merupakan satu dari tiga kota yang menjadi agenda turing tahunan di 2010. "Agendanya, kampanye bersepeda. Karena itu kita rolling di Kota Mempawah. Alhamdulillah, di sepanjang perjalanan, masyarakat sangat antusias. Banyak yang menyapa. Anak-anak sekolah juga melambaikan tangan setiap kita lewati. Berarti pesan kita memasyarakatkan sepeda sudah sampai ke masyarakat," papar Jayus.

Agenda lainnya, ini bentuk nyata Sepok untuk memeriahkan HUT ke-239 Kota Pontianak.
Sementara di Kabupaten Pontianak, kita juga ingin memperkenalkan potensi wisata Pantai penibung.

"Jam empat sore kita ke Penibung. Biar teman-teman bisa refreshing dari aktivitas sehari-hari. Sebagai bentuk penghargaa, peserta turing akan mempreoleh pin khusus," ujarnya. (hasyim ashari)

Jumat, 22 Oktober 2010

Gelar Juara untuk Kalbar


* Yohanes Dua Kali Pukul Jatuh Speed

Petinju kebanggaan Kalbar, Yohanes Yordan, berhasil keluar sebagai juara kelas ringan yunior dalam pertandingan 12 ronde Kejuaraan Tinju Profesional Indonesia (KTPI) di TVRI Senayan, Jakarta, Jumat (22/10) malam.

Yohanes dua kali memukul jatuh lawannya, Michael "Speed" Sigarlaki, masing-masing pada ronde ke-6 dan ronde 12. Pada ronde keenam, Sigalarki terjengkang ketika Yohanes dengan cerdik melepaskan kombinasi pukulan one-two.

Sigalarki pun mendapat hitungan wasit. Namun, ia segera bangkit kembali dan terus memaksa Yohanes bertarung dalam jarak dekat.

Pada ronde 12, Yohanes yang sejak ronde pertama menyimpan stamina, melepaskan straight tajam dengan tangan kiri dan mendarat telak di wajah Sigalarki.

Tanpa ampun, petinju asal Minahasa itu pun dipaksa kembali mencium kanvas. Wasit lagi-lagi menghitung Sigalarki. Di saat bersamaan, ronde terakhir pun selesai.

Tiga hakim pertandingan pun memberikan kemenangan mutlak untuk Yohanes. Masing-masing, 1116-110, 117-110, dan 116- 110.

"Puji Tuhan, akhirnya saya berhasil memenangi pertarungan ini," kata Yohanes kepada Tribun sesaat setelah turun dari ring.

Ia pun mempersembahkan gelar juara yang kini disandangnya untuk seluruh warga Kalbar dan juga untuk institusinya, Brimob Polda Kalbar.

Ia menuturkan, pertandingan melawan Sigalarki bukan pertandingan mudah. Pukulannya jauh lebih telak dan kuat karena bobotnya lebih berat sekitar 5 kilogram.

"Saat timbang badan, berat badan saya hanya 58,9 kilogram. Berat badan Sigalarki 63,5 kilogram. Jadi, pukulannya sangat berbahaya dan saya merasakannya sendiri di atas ring," ujar Yohanes.

Karena itulah, pelatih Damianus Yordan memintanya untuk menjaga jarak selama pertarungan. Sebab, bertanding jarak pendek sangat tidak menguntungkan.

"Meladeninya jual beli pukulan dalam jarak dekat sangat konyol. Saya ikuti terus intruksi pelatih untuk menjaga jarak, sambil melihat kesempatan melayangkan pukulan," katanya.

Strategi itupun sangat efektif. Kesabaran Yohanes, dalam hal ini dengan tidak meladeni Sigalarki yang terus memancing emosinya sejak ronde pertama, membuahkan hasil.

"Saya memang diminta jangan terpancing dan harus bisa menahan emosi," ujar Yohanes.

Yohanes pun mengucapkan terimakasih kepada warga Kalbar, termasuk institusi kepolisian, Brimob Polda Kalbar, dan keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan.

"Kemenangan ini hasil kerja keras kita bersama," ujar petinju kelahiran Kayong Utara ini merendah.

Kemenangan ini juga memperbaiki rekor bertanding Yohanes menjadi 18 kali bermain, 17 kali menang, satu kali kalah, dan belum pernah seri.

Sementara Sigalarki menjadi 24 kali main, 15 kali menang, 8 kali kalah dan sekali seri. "Saya siap bertanding di kejuaraan internasional. Saya tidak akan puas dan berhenti sampai di sini," tegas Yohanes.

Manajer Yohanes, AKP Bedjo Rahardjo, sempat kesal karena anak asuhnya dipaksa bertanding dengan lawan yang lebih berat bobot badannya.

"Ini pemaksaan. Yohanes dipaksa bermain di kelas 64 kilogram. Manajer Sigalarki tidak disiplin. Masa' berat badannya hanya susut setengah kilogram. Karena itu, sebelum pertandingan saya sudah minta beberapa syarat," kata Bedjo.

Syarat tersebut imbuh Kepala Denma Brimob Polda Kalbar ini, antara lain Yohanes harus pakai sarung tangan 10 dan jika menang, Yohanes harus diakui sebagai juara nasional. (hasyim ashari)

Kamis, 14 Oktober 2010

Sudah Seperti Istri Pertama


Perkenalan saya dengan Kawasaki Binter Merzy atau biasa disebut KZ 200, terjadi pada 2002. Saat itu, saya melihat, Deri, teman sekantor saya di Pontianak Post, bagian ekspedisi, setiap kerja sesekali membawa motor ini. Ia punya dua motor. Dua-duanya Kawasaki. Yang pertama untuk harian Kawasaki Kaze yang satunya lagi motor ini.

Saat itu, saya masih penggemar Vespa. Saya pakai Sprint 1979 yang sudah dimodifikasi sport. Baik setang, jok, maupun knalpotnya sudah racing style. Tergiur mendengar suara mesinnya yang ngebas, saya pun menjual si Sprint untuk beli KZ 200.

Harga saat itu, deal Rp 1,8 juta. Sementara Sprint terjual Rp 2,7 juta. Sisa penjualan Sprint saya alokasikan untuk perbaikan kecil-kecilan si Merzy. Pertama tentu saja pengisi batere atau aki dan platina. Di selembar STNK yang sudah lusuh, tertulis buatan 1981.

Selanjutnya, bersama Merzy ada begitu banyak kenangan. Selama dua tahun, hingga 2004. Motor ini menemani tugas-tugas saya sebagai junalis. Mulai dari Singkawang, Mempawah, Pontianak, hingga ke daerah Landak.

Bahkan, rute Mempawah, Anjungan, sampai ke Karangan Kabupaten Landak, nyaris dijelajahi setiap akhir pekan. Beberapa kali saya menempuh perjalanan di malam hari menuju Singkawang dan Pontianak. Biasanya, pada perayaan tahun baru, libur panjang, dan hari libur nasional.

Foto ini diambil oleh Bang Jhony, PNS di Humas Pemkab Kabupaten Pontianak di Mempawah. Saat itu, hujan rintik-rintik dan saya baru turun dari bertemu H Abang Rusni Usha, Wakil Bupati Kabupaten Pontianak saat itu. Ia mendampingi Bupati Cornelius Kimha.

Sesaat setelah Bang Jhony mengabadikan gambar ini, saya meluncur ke Dinas Perhubungan Kabupaten Pontianak yang berjarak hanya sekitar sepuluh meter di depan Kantor Bupati. Saat itu, ada puluhan sopir opelet dari Siantan yang mendesak pencabuan trayek. Masalah trayek ini, menyebabkan kedua kubu yang berseteru, bentrok di Terminal Jungkat.

Untuk tenaga, Mercy lumayan nendang. Hanya memang, ada sejumlah kelemahan. Kelehaman paling kentara adalah koil yang sering jebol. Bahkan, koil Kijang pun yang saya pakai tidak mampu menampung cadangan setrum.

Hal itu, karena kiprok yang saya pakai sudah tidak orinisil lagi. Akibatnya, aki sering tekor. Ini sangat menyulitkan ketika harus menempuh perjalanan malam. Beberapa teman kemudian mengakalinya dengan punya Suzuki Shogun. Termasuk yang pakai Merzy CDI 1982-1984, mereka pakai CDI Shogun.

Di luar itu, yang sering bermasalah adalah cylinder head. Karena terlalu panas, pakin di cylinder head kerap bocor. Akibatnya, kompresi menjadi tidak maksimal. Oli menetes ke mana-mana. bagi yang tidak hati-hati, pada saat memasang kembali empat tongkat cylinder head, dratnya bisa aus dan ada juga yang sampai pecah.
Hal serupa juga kerap terjadi ketika menyetel kopling. Rumah stut kompling kerap gompal dan pecah karena salah menyetingnya. Tidak hanya itu, batu kick starter juga gampang sekali aus. Meski sudah berkali-kali spul digulung, batu kick starter kerap tidak berfungsi maksimal.

Namun, sejauh ini, saya sangat menikmati memakai Merzy. Terbukti karena saya juga akhirnya membeli Merzy Kobra 1984, CDI. Tulisan ini, didedikasikan untuk rider-rider Binter Merzy di manapun berada.

Bersama rekan-rekan di Pontianak, kami kemudian berhimpun di Black Jack, para pegila motor choopper di Kalbar. We Are Born to Ride..........!!

Senin, 04 Oktober 2010

Bersama Santap Jagung Rebus


*Sepok Gelar Halal Bihalal

Suasana Kota Pontianak kemarin pagi mendung, sesekali gerimis turun. Meski begitu, sejumlah orang tampak semangat mengayuh sepeda di Jl MT Haryono. Hari ini terasa istimewa, sebab banyak komunitas sepeda yang hadir untuk silaturahmi.

BERBEDA dari acara halal bihalal organisasi, lembaga, instansi, ataupun kelompok lainnya. Tempat yang mereka pilih sangat spesial, Area Car Free Day Jl MT Haryono Pontianak, tepat di depan Halte SMU Mujahiddin.

Usai para bikers bersepeda keliling di kawasan tersebut, satu persatu maupun bersama keluarga dan rombongan lainnya, mulai berdatangan ke lokasi yang dipilih untuk menggelar acara Halal Bihalal Komunitas Sepeda Kota Pontianak itu.

Di sana telah hadir beberapa komunitas ataupun perwakilannya seperti komunitas sepeda ontel di antaranya Sepok, Semar, Satria, dan lainnya. Juga ada komunitas sepeda TNT, BMX, dari PLN, PDAM, Telkomsel, Kepolisian, Lanal, AU dan masih banyak lainnya.

Halal Bihalal ini memang sangat unik dan istimewa, dari yang tidak mengenal satu sama lain, akhirnya bisa berekanalan. Dari anak-anak hingga orang dewasa. Juga mereka semua berbeda latar belakang, suku, agama dan pekerjaan.

"Kami di sini semuanya berbeda latar belakang maupun profesi. Tapi tujuan dan hobi kami sama yakni bersepeda. Ya, mengengkol kita bersatu dan jika ketemu di jalan bisa saling ucapkan salam," ujar Ketua Panitia Halal Bihalal tersebut, Dodi Yanto.

Tidak hanya itu, makanan yang disuguhkan juga istimewa dan sangat berbeda dari acara halal bihalal biasanya. Jagung rebus, pisang rebus, dan kacang rebus. Itulah pilihan menu santap di acara yang digelar di jalan raya dengan alas tikar dan koran.

"Kami memilih jagung, kacang dan pisang ini juga, karena Sepok itu kan kuno. Jadi karena kita yang membuat ide ini, makanya kita suguhkan makanan tempo dulu, yang mungkin tidak dibayangkan orang. Tapi, lihat saja, semua pada menyukainya," tambahnya lagi.

Ini jugalah yang dikatakan Wakil Wali Kota Paryadi yang turut hadir dalam acara tersebut. "Kebersamaan dalam komunitas sepeda di Pontianak semakin baik dan inilah bukti olahraga seperti sepeda juga bisa membentuk satu tali jalinan kebersamaan. Makanannya juga ada jagung, pisang dan kacang ini bisa sekaligus membantu para petani kita dan memanfaatkan sesuatu yang mudah didapat," ujarnya saat memberi kata sambutan yang memang sebelumnya ia terlihat
sangat senang makan kacang rebus yang tersedia di bakiak.

Tidak memandang perbedaan itu, para bikers dikumpulkan di satu tempat dengan tujuan olahraga, hobi, dan kesenangan sekaligus kesehatan. "Mengengkol kita bersatu, karena dengan mengengkol kita bersama. Pemerintah juga sudah sangat mendukung dengan menyediakan fasilitas area Car Free Day ini," ungkap Dodi yang menyatakan ada 20 komunitas sepeda di Kota Pontianak.

Ke depannya, diharapkan halal bihalal serupa bisa dilaksanakan dan dihadiri lebih banyak lagi komunitas sepeda lainnya. Acarapun terus berlanjut dengan beragam merek, jenis, bentuk sepeda berderet di jalan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan komunitas sepeda menyatakan sikap atas pengeboman Kalimalang.

"Kami menyatakan sikap ini untuk memotong opini yang berkembang di masyarakat dan media, bahwa pengeboman yang terjadi di Kalimalang itu bom sepeda. Kami dari komunitas sepeda Kota Pontianak mengutuk segala bentuk terorisme apapun dan siapapun. Kami meminta media massa untuk menghentikan opini yang berkembang tentang bom sepeda tersebut. Karena akan mengakibatkan teman-teman enggan bersepeda lagi," tegas Pembina Sepeda Lipat sekaligus Wakil Ketua Bike to Work, Bahri.

Ia yang juga pengurus Sepok menambahkan banyak sekali keuntungan dengan bersepeda. Selain sehat jasmani, juga tentunya mengurangi polusi.

"Kami harapkan sepeda tidak hanya menjadi sarana untuk menjadi sehat tapi juga bisa menjadi sarana untuk bekerja. Sebab dengan menggunakan sepeda, berapa banyak pemakaian BBM yang bisa dikurangi dan meminimalkan polusi," pungkasnya.

Sependapat dengannya, Rajali dari perwakilan komunitas sepeda PLN turut mengatakan dengan bersepeda tubuh menjadi bugar dan banyak mendapat teman baru.

"Lewat ini kita bisa saling kenal dan salam. Juga sehat serta bisa berkembang ke arah lain, misalnya share bisnis, dan lainnya. Harapnya ke depan bisa lebih meriah lagi," ujar dia.

"Ini rangkaian kegiatan kita selama Ramdhan dan Idul Fitri," ujar Ketua Sepok, Jayus Agustono.

Menurutnya, kegitan tersebut untuk mempererat tali silaturahmi antara sesama pecinta sepeda. "Kita tak mau suatu komunitas hanya berkumpul dengan komunitas itu saja. Siapapun boleh bergabung dalam kegiatan ini. Syaratnya harus pakai sepeda," katanya.

"Konsepnya jadul. Makanan yang akan kita suguhkan juga tradisional. Tema yang kita angkat 'Mengengkol kite besatu'," kata Jayus.

Jayus berharap, dengan kegiatan tersebut akan terjalin kerjasama dan persaudaraan antar sesama pencinta sepeda. Melalui kegiatan tersebut, ia berharap kecintaan masyarakat untuk hidup sehat dengan bersepeda akan lebih meningkat.

"Sebelum car free day ada, kita sudah kampanyekan bersepeda. Kita sambut baik adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan car free day. Setidaknya ada perhatian dari pemerintah," katanya. (pontianak banajaria/iin solihin)

Minggu, 05 September 2010

Jepin di Ambang Kepunahan


* Jepin di Ambang Kepunahan
Pegiat dan mantan penari Jepin Kalbar, Juhermi Thahir (51), mengaku prihatin dengan perkembangan tari Jepin di Kalimantan Barat. Ia melihat, beberapa jenis tari Jepin di antaranya sudah di ambang kepunahan.

"Ada beberapa alasan mengapa Jepin yang menjadi ciri khas Melayu terancam punah. Di antaranya karena terjadi pergeseran pegiat seni tari yang cenderung ke arah tari kreasi dan kontemporer bukan khas nuansa Jepin. Sementara di sisi lain, banyak para pembina yang meninggal. Perhatian pemerintah daerah terhadap Jepin juga kurang," kata Juhermi kepada Tribun, Sabtu (5/6) sore.

Ditemui di sebuh warung kopi di Jl Tanjungraya 1, fotograper Harian Berkat ini menuturkan mereka yang memiliki pengetahuan cukup tentang akar Jepin, banyak yang sudah meninggal. Di antaranya adalah Almarhum Yanes Chaniago, Inang Suparni, Hj Nuraini Zamil, Yusuf Daemar. Mereka adalah angkatan 1960-1980.

"Saya melihat antusiasme generasi muda terhadap seni tari tradisional, terutama Jepin, cukup besar. Yang hilang adalah para pengembang (seniman pencipta) Jepin. Mereka tidak tahu harus belajar ke mana, dengan siapa. Ini yang membuat seni tari tradisional tersingkir," ujarnya.

Belum lagi, sebagian seniman yang sudah berbuat kebingungan harus menyalurkan kreasi tarinya ke mana. Tidak ada pagelaran dan ajang festival sebagai tolok ukur keberhasilan pengembangan tari Jepin.

Kalau pun ada, Jepin hanya disajikan dalam bentuk parsial. Sekadar hiburan, habis ditonton selesai. Padahal, Jepin tidak hanya tarian, ia punya makna dan deskripsi, nilai historis, serta akar budaya di masyarakat.

"Ini yang kita sayangkan. Pemerintah, dalam hal ini Taman Budaya dan Dinas Pariwisata harus cepat masuk. Semua terjadi akibat pembinaan yang tidak tepat. Jepin tidak digarap, tidak digali, tidak terdokumentasikan langsung di akar-akarnya di masyarakat," tegasnya.

Lelaki bersahaja ini menambahkan, sebenarnya Jepin tetap ada di tengah-tengah masyarakat Melayu. Namun, tetap saja dibutuhkan pembinaan dan perhatian pemerintah. Butuh sinergi antara seniman pencipta, sanggar, dan pemerintah. "Di Samarinda, di Bali, juga di Riau ada perkampungan seni. Mengapa kita tidak," tanyanya.

Juhermi bersyukur, karena beberapa orang masih konsekuen melestarikan Jepin. Di antaranya, di Sambas ada Nazamudin, Muin Ikram, dan Muslimah. Di Mempawah ada Bambang, di Pontianak lestari di sejumlah sanggar seperti, Kijang Berantai, Andari, dan Bougenville.

Ia berharap, seperti era 1980, tari tradisional terutama Jepin bisa diperkenalkan ke sekolah- sekolah. Jika tidak dalam bentuk ekstrakurikuler, sejatinya muatan lokal (Mulok).

Pimpinan Sanggar Andari, Kusmindari (41), mengatakan tidak semua Jepin di ambang kepunahan. "Memang ada beberapa. Di antaranya adalah Jepin Tali dan Jepin Langkah Sanggar Remaja 80. Itu yang kita dorong dan hidupkan kembali. Hati saya terpanggil untuk melestarikan Jepin saat melihat pentas seni siswa SD. Mereka mengaku membawakan Jepin, tapi sebenarnya tidak. Dari musiknya saja bukan khas Jepin," kata Kusmendari.

Ditemui di sanggarnya di Jl Halmahera I nomor 85, Kusmendari punya obsesi untuk menulis dan mendokumentasikan secara lengkap tari Jepin Kalbar. Termasuk meminta pemerintah untuk memasukan Jepin ke dalam materi mulok di sekolah-sekolah.

"Saya berpikir untuk 10 tahun mendatang, jika Jepin tidak dilestarikan, Kalbar akan kehilangan identitas Melayunya," tegasnya.

Berkembang di Keraton

Jepin masuk pertama kali ke Kalbar dari Arab sekitar abad ke-15, tepatnya di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas pada 1928. Jepin yang berfungsi sebagai alat penyebarluas agama Islam kemudian menyebar ke Sambas dan daerah lain.

Sebut saja, Kerajaan Tanjungpura, Sukadana, Simpang, Mempawah, Landak, Tayan, Meliau, Sanggau, Sekadau, Sintang, Kubu, dan Kesultanan Pontianak.

"Ada beberapa versi Jepin. Di Sambas dikenal dengan Jepin Lembut. Di Pontianak ada Jepin Bui, daerah lainnya Jepin Langkah," kata mantan penata Teknis Taman Budaya, Juhermi Thahir.

Ia memaparkan Jepin Lembut hanya dimainkan dua penari laki-laki. Gerakannya mengutamakan olah tubuh yang gemulai, indah, lembut dan mengarah pada gerakan salat dan berdoa. Lagu- lagunya juga berisi tentang pujian kepada nabi dan asma Allah.

Pengiringnya musik tradisional Gambus Lodang dengan alat ketipung tiga buah dan gendang panjang. Sementara Jepin yang berkembang di Pontianak lebih banyak menggunakan properti. Alat apa yang dibawa saat menari, itulah nama tariannya.

Misalnya bawa kipas, namanya Jepin Kipas, pakai tali jadi Jepin Tali. Properti itu untuk memeprkaya agar tidak tertinggal. Penarinya pun disesuaikan, bisa dua orang laki-laki, berpasangan, bisa juga ramai-ramai karena tuntutan keindahan.

Alat musik yang digunakan pun lebih kaya. Misalnya, ada ketipung bawas, tanpa gendang panjang, ditambah akordeon dan biola. Namun, lagunya tetap islami.

"Meski ada perbedaan, namun pola langkahnya sama karena baku. Yaitu, langkah biasa, gantung, gencat, dan serong. Keunikan Jepin Lembut Sambas, penarinya juga harus ikut menyanyi. Sementara Pontianak, yang bernyanyi hanya dimainkan penggambusnya," ujar Juhermi.

Pimpinan Sanggar Andari, Kusmendari, menambahkan Jepin sangat khas. Gerakan dan musiknya sudah baku.

"Dibuka dengan laram, lampas, salam pembuka, ragam jepin, satu lagu perpindahan ditentukan lampas, dan ditutup dengan ya salam tahtim. Suara gendangnya juga spesifik. Tung.. tak..tung.. tung..tak..tung," imbuh Kusmendari yang kita membina 75 anggota aktif di Sanggar Andari.

Budi (24), Penari
Irama Syahdu

Tujuan utama terjun ke dunia tari, untuk melestarikan seni budaya. Sekalian, karena sibuk di luar menari jadi olahraga dan membentuk badan. Saya suka tari Jepin karena iramanya yang lebih syahdu.

Apalagi kalau di awal dimulai dengan musik gambus. Setiap tari memiliki kesulitan tersendiri. Nah, di Jepin kesulitannya ada di langkah. Harus lebih fokus. Sebab salah hitungan sekali saja, semua langkah akan salah.

Yuniantini (32), Penari
Langkah Susah

Saya sudah menekuni tari, termasuk Jepin sejak umur 3 tahun. Mungkin karena ada darah seni mengalir di tubuh saya dari orangtua, Utin Srri Bunian yang juga penari dan Agus Ahmad Kamandi.

Kalau bisa dibilang, saya mengusai hampir semua jenis Jepin. Dibandingkan tarian lain, Jepin memang sangat susah di langkah. (hsm)

Nasib Pegiat Jepin

Juhermi, mengenal seni tari tradisional sejak mengenyam pendidikan di SDN 3 Tarempak dan SMP Swasta Siantan, Tanjungpinang, Riau Kepulauan, 1969. Ia membawa kecintaannya terhadap seni ke Pontianak bersama kepindahan kakaknya, Ruzhan Thahir, yang tugas di Bulog Kalbar pada 1977.

"Saya masuk kelas 3 di SMP Muhammadiyah Pontianak. Di sini saya memberanikan diri untuk mengajar tari. Saya rekrut 11 pasang atau 22 orang siswa-siswi untuk mengikuti Festival Tari Nasional se-Kota Pontianak. Hasilnya, kami Juara II," kenang suami dari Maniah M Noor ini.

Atas bakatnya itu, ia diminta melatih di Bidang Kesenian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sejak 1978-1980 sebelum akhirnya ditarik ke Taman Budaya Kalbar dan bertemu Fadil A Bakar.

"Dari beliaulah, saya belajar Jepin untuk pertama kali. Sejak saat itu, saya terus berburu guru- guru Jepin terbaik di penjuru Kalbar. Saya datangi langsung Nazamuddin di Sambas dan Hepsi di Singkawang untuk mengenal pola dasar Jepin Kalbar," papar Juhermi.

Juhermi pun banyak beradaptasi dengan narasumber di akar-akar dan pusat Jepin di masyarakat. Ada Pak Kuyung (Teluk Pakedai), Ce Mahmud dan Wanto (Sungai Jawi), dan Pak Usman (Batulayang).

Belajar langsung dari para ahli Jepin itu, membuat Juhermi mampu menggarap beberapa tari. Di antaranya Lenggang Kapuas (1982), Jepin Tempurung untuk peresmian GOR Pangsuma, Jepin Kembang Manggar tampil di Istiqlal (1991), Canggah Tiga di Mempawah, dan Tari Bumarang. Puncaknya adalah saat MTQ XIV tingkat nasional 1985.

Kalbar sebagai tuan rumah diminta mengisi malam ta'aruf dengan tarian kolosal. "Semua pelatih tari menolak karena waktu hanya sebulan. Saya yang sat itu sedang sakit, merasa terpanggil untuk menyelamatkan wajah Kalbar. Hasilnya, kami memukau pengunjung dengan Jepin Jala yang dibawakan 400 penari. Bagi saya, itu adalah master piece," kenang ayah dari Sarmia Wardani (20), Syahrani (17), dan Rizki Fahrisi (10) ini.

Namun, pagelaran itu pula yang membuatnya patah semangat. Bahkan, ia berhenti menekuni Jepin nyaris 5 tahun setelahnya.

"Saya trauma, terluka, dan sedih menusuk hati. Meski berhasil malam itu, tak satupun pangakuan datang dari pemerintah daerah. Padahal, cukuplah dengan selembar sertifikat penghargaan. Di tempat lain, saya mendapatkannya. Tapi tidak di rumah sendiri," ujarnya. (hasyim ashari)

Jumat, 30 Juli 2010

Stop Saling Tuding

* KOSTI pasca KSI

Rekan onthelis tanah air, awalnya saya tidak ingin membuat klarifikasi terkait sejumlah komentar di WARA WIRI terkait topik KOSTI pasca KSI. Sebelum kemudian saya membaca ada komentar yang ditulis komentator yang menamakan dirinya HATI HATI.

Rekan HATI HATI menulis bahwa Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, dan Gila Onthel (saya), Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang. Dewasalah!

Menurut saya, yang kedewasaannya patut dipertanyakan adalah rekan kita yang terhormat HATI HATI. Kalau memang gentlement, buka dong alamat websitenya (URL). Biar semua rekan onthelis bisa berkunjung! Biar sosoknya kelihatan terang benderang! Kecuali memang ada niatan lain, habis menuding sembunyi tangan! Dewasalah!

Saya akan sangat terbantu, jika rekan HATI HATI selanjutnya berbagi ilmu dengan menunjukkan benarkah komentar saya dan sejumlah nama yang disebut itu, berasal dari IP Address yang sama. Tinggal aware saja, saya tidak keberatan. Nah, nanti saya akan cocokkan dengan IP Address saya, yang sudah saya gunakan sejak dua tahun lalu.

Sepanjang saya menulis komentar di WARA WIRI, blog yang kita sayangi, saya tidak pernah menyembunyikan identitas saya. Tinggal klik gilaonthel, rekan-rekan onthelis bisa langsung masuk ke blog pribadi saya. Keterbukaan yang saya junjung tinggi itu, sebagai bentuk apresiasi terhadap kecintaan untuk berbagi informasi tentang sepeda.

Di blog yang sederhana ini, selain berisi tentang blog-blog rekan onthelis nusantara dan Malaysia, juga ada blog untuk motor antik. Beberapa di antaranya adalah jaringan yang saya bangun, sesama rekan media dan penulis. Bahkan ada beberapa tulisan saya yang sudah dibukukkan.

Di tengah tugas-tugas saya sebagai Manajer Produksi Tribun Pontianak, sebuah surat Kabar terbesar di Kalbar, adalah hal luar biasa untuk menulis komentar sepanjang dan beragam seperti yang ditudingkan HAT HATI itu!

Apalagi dengan menggunakan nama-nama yang meminjam istilah rekan Irmanov 73, kayak daftar nama di produk susu. Sungguh itu adalah pekerjaan sia-sia dan tidak penting. Lebih penting tugas saya sehari-hari!

Merancang bagaimana berita dan desain tata wajah di tiap halaman. Menyajikan berita-berita apa yang menjadi perhatian publik dan menyangkut kepentingan orang banyak di Kalbar, bahkan bangsa ini. Tidak sekadar itu, tapi juga bagaimana desain itu mampu memenangkan kompetisi ketatnya bisnis surat kabar.

Apalagi seluruh desain itu, dibatasi deadline. Dan proses berpikir kreatif itu terjadi setiap hari! Untuk itulah, guna merenggangkan kepenatan di tengah-tengah adrenalin dikejar deadline, saya memilih bersepeda dan berburu klitikan. Syukur, sejak kenal sepeda antik, saya pernah memiliki Raleigh Dames, BSA Gent, dan terakhir NSU.

Berkumpul bersama rekan-rekan di Sepeda Onte Kalimantan Barat (SEPOK), kemudian menjadi hiburan yang mampu melepaskan penat di belakang meja redaksi. Jadi, saya tidak perlu bersumpah untuk menyakinkan rekan HATI HATI, bahwa saya memang tidak pernah membuat komentar-komentar tersebut.

Hal ini juga penting, karena dari nama-nama yang disebutkan di atas, tidak ada satu pun yang memiliki alamat blog atau website yang bisa dikunjungi. Termasuk rekan HATI HATI yang juga tidak jelas identitasnya itu!

Kepada ADMIN WARA WIRI, saya berharap dicarikan solusi bagaimana caranya agar tudingan serupa tidak terjadi dikemudian hari. Sebab bukan mencari solusi malah melahirkan perasaan yang sungguh bagi saya tidak nyaman. Seperti tidak melakukan apa-apa, namun dituding melakukan apa-apa!

Berikut saya sajikan beberapa komentar di WARA WIRI dalam topik KOSTI pasca KSI. Inilah nama-nama berikut komentar yang oleh HATI HATI ditengarai dibuat oleh orang yang sama. Di bawahnya, ada juga pesan ADMIN dan rekan onthelis lain yang menanggapi.

agung priono (posting, Juli 27, 2010 pada 2:48 pm)

Kosti kurang koordinasi
Lebih baik intropeksi
Perkuat Persaudaraan
Rangkul teman seperjuangan
mari bergandeng tangan memajukan sepeda di Indonesia
sepeda tetap sepeda tidak ada yang merasa exlusif
perbedaan pendapat biasa tapi jangan menzalimi rekan seperjuangan. HIDUP KOSTI.

meizi fahrizal (posting Juli 27, 2010 pada 2:35 pm)

Sampurasun
salut untuk ketegasan kosti pusat
saran:
1. Bagi yang terlibat dalam ksi baik panitia maupun peserta lebih baik dikeluarkan dengan hormat dari kosti
karena mereka tidak menghormati surat edaran yang dikeluarkan kosti bahwa kosti tidak dibawah ksi hanya bersifat koordinasi, berarti yang menjadi panitia dan peserta kongres KSI telah menghianati kosti.

2. Segera keluarkan surat keputusan baru yang menegaskan kalau seluruh panitia dan peserta yang berasal dari unsur kosti yang mengikuti kongres ksi telah menghianati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kosti sehingga mereka harus memilih kosti atau ksi.
Hatur nuhun

ananta prawiro (posting, Juli 27, 2010 pada 3:12 pm)

Ada sedkit sentimen yang menjurus kepada seorang sahabat kosti di dpp dari surat keputusan diatas, mohon ditinjau kembali surat tersebut yang namanya sebuah surat keputusan berkisar pada penjelasan lebih lanjut mengenai ad/art dan bersifat operasional., yang menjadi dasar hukum dalam berorganisasi adalah ad/art, untuk itu surat keputusan tersebut lucu. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kalau memang mau merubah ad/art di kongres buat aturan main yang mengatur tidak boleh rangkap jabatan dsb. SK diatas merupakan pembelajaran bagi kita semua untuk berhati-hari mengeluarkan SK sehingga dapat sinkron dengan ad/art.

Angga (posting, Juli 27, 2010 pada 3:19 pm)

Nyok kite ngonthel nyok kite ngonthel
Nyok onthel jangan dipolitisasi
Nyok pengurus jangan sentimen pribadi
Nyok kite bergandeng tangan
Nyok majuin KOSTI

Andhita Wardana (posting, Juli 27, 2010 pada 3:28 pm)

Lebih baik kosti memikirkan bagaimana pertanggung jawaban kongres kosti pada bulan februari mendatang trus mikirin bagaimana kedepannya kosti.
Ini pada ribut ngurus KSI bukankah masalah rangkap jabatan belum diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga? ya sudah begitu saja kok repot!
Berarti belum ada aturan mainnya, kalau independen iya didalam anggaran dasar ada menyebutkan bahwa kosti organisasi yang independen kalau rangkap jabatan tidak ada.
Berarti tidak usah diperdebatkan DPP harus menganalisa lebih jauh sebelum mengeluarkan surat keputusan. Mari kita membangun kosti tidak ada yang perlu mengundurkan diri atau diberhentikan.
Buat rekan-rekan kosti di seluruh Indonesia ayo kita bangun kosti lupakan surat keputusan diatas yang pada akhirnya hanya merobek-robek silaturahmi para onthelis.
SK ini memiliki efek yang luas bagi rekan-rekan DPP coba lebih arif dan bijaksana jangan emosional dan bersuujan sesama teman di kosti.

H. Didik Mulyadi (posting, Juli 27, 2010 pada 3:42 pm)

Persaudaraan adalah yang utama, silaturahmi dan ukhuwah adalah wajib hukumnya.
Kalau DPP hanya mengeluarkan SK dan memberi dampak yang memecah belah para onthelis ngapain SK tsb harus dikeluarkan hanya DEMI ego sesaat dan emosional pribadi sehingga akhirnya menghancurkan KOSTI.
Sudah jelas SK diatas adalah biang kerok kehancuran, para yang terhormat pengurus DPP KOSTI bacalah bacalah bacalah n pahami anggaran dasar anggaran rumah tangga bukankah saudara-saudara sendiri terlibat dalam proses pembuatannya.
INDEPENDEN KOSTI wajib hukumnya!
Larangan RANGKAP JABATAN belum diatur.
jadi untuk saat ini seluruh pengurus KOSTI bebas untuk berorganisasi apapun apalagi yang berbau sepeda (pit pancal) ini yang harus dipahami jangan sampai SK diatas menjerumuskan kita semua dalam sebuah lembah perpecahan dan kehancuran.

ADMIN (posting Juli 27, 2010 pada 4:25 pm)

Mohon maaf bagi rekan - rekan Onthelis..silahkan saja mengeluarkan unek - unek, saran dan kritiknya tetapi diharapkan untuk mematuhi kode etik dengan tidak menggunakan nama yang berbeda-beda seakan-akan komentar tersebut dari orang lain.
Jadikan WIWINAKED Blog yang sehat, Independen dan Terpercaya..
Terima kasih

gilaontel (Juli 28, 2010 pada 12:08 am)

Adalah Ironis ketika nilai-nilai tanpa pamrih dan pretensi tentang kecintaan kita terhadap sepeda dikalahkan petak-petak organisasi dengan atau atas nama klaim apapun..tidak ada yang lebih indah dan bermanfaat juga mungkin bermartabat kecuali mengedepankan persaudaraan dan kebersamaan...mari kita ngontel dengan ikhlas!!

HATI-HATI....(komentar sudah dihapus di Wara-Wiri)

Kira-kira isinya begini: Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, dan Gila Onthel, Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang.
Dewasalah!

irmanov73 (posting, Juli 28, 2010 pada 4:36 pm)

salam onthel
hahahaha.dari nama sebanyak itu berasal dari IP/orang sama..?
Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, Gila Onthel. Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang.
gak kurang itu nama.hahahaha kayak daftar nama di produk susu..hahahaha

Mas Win Cibubur (posting, Juli 28, 2010 pada 5:27 pm)

Bagus dech klo dr IP yg sama, jd kan ketauan orangnya itu -itu aja yg coment..! Yang penting Ngonthel Bro biar badan jd sehat...

Sekian dan terimakasih!

Selasa, 20 Juli 2010

Rudge Juragan Beras


Tiga hari lalu, saya sedang menikmati secangkir kopi di sebuah kedai kopi di Jl Martadinata, Pontianak. Sambil menunggu siang, saya menyimak orang dan kendaraan lalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing.

Tanpa sengaja, mata saya menyapu sosok sepeda di seberang jalan. Sepeda itu teronggok tidak berdaya, bahkan terkesan tidak diurus, di sebuah toko beras. Saya sudah sering ngopi di tempat saya ngopi saat ini. Termasuk kadang-kadang mencuri pandang ke arah orang yang keluar masuk toko tersebut.

Namun, baru kali ini mata saya menangkap ada sepeda di sana. Penasaran, saya pun mendekati toko tersebut. Setelah minta izin, saya masuk ke dalam gudang yang berada di sisi kiri toko itu. Selama ini, gudang itu memang cenderung tertutup rapat oleh rolling door.

Ada tiga unit sepeda di sana saling tindih. Dua sepeda dewas, satunya lagi sepeda anak-anak. Kondisinya sangat memprihatinkan. Semua batangnya sudah tetutup debu. Namun, dari jauh saya sudah menebak bahwa satu di antara sepeda itu adalah Rudge, sepeda buatan Inggris.

Saya tahu dari leher dan jepit udangnya. Ya...itu pasti Rudge! sebab saya sudah pernah melihat Rudge serupa meski yang dames. Anak-anak Sepeda Onte Kalimantan Barat (Sepok) juga ada dua orang yang punya Rudge type dames.

Di Pontianak, di kalangan generasi tua, mereka menyebut Rudge dengan sebutan sepeda Cap Tangan. Sebutan itu merujuk pada emblem Rudge yang berlogo telapak tangan.

Tapi, ini Ruge type Gent, saya belum pernah melihatnya. Saya makin terpana, karena meski tertutup debu namun catnya masih orisinil. Hanya butuh sedikit minyak dan lap basah, usap dengan lembut, pasti mengkilat lagi.

Yang bikin saya tambah kagum adalah detail aksesorisnya lumayan lengkap. Pelek, ketengkas, perseneling, lampu depan, bel, gir depan, emblem, lampu, setang, boncengan dan standar, hingga peneng masih orisinilan. Kalau pun ada yang tidak orinisil adalah sadel.

Satu unit sepeda lainnya, saya tidak bisa mengenalinya. Tidak ada tanda-tanda yang bisa saya jadikan acuan untuk menilainya. Saya sudah memeriksanya tiap bagian. Saya menduga, itu sepeda buatan China. Karena itu, saya tidak terlalu menghiraukannya.

Saya kemudian berbincang-bincang dengan penjaga toko yang ternyata adalah istri dari pemilik sepeda. "Maaf, sepeda Bapak tidak dijual. Ini sepeda bapak sejak masih jualan beras keliling sampai sekarang sudah punya toko sendiri," kata perempuan itu menyurutkan semangat saya untuk membelinya.

Saya hanya bisa mengurut dada. Ada barang indah nan menawan di depan mata namun tidak bisa memiliki. Hanya bisa memandang, mengenang, lewat gambar yang saya abadikan ini. Saya ambil foto ini menggunakan Nokia E63. Selamat menikmati dan selamat megurut dada juga...ha ha ha ha ha...kampreeeeet!

Senin, 19 Juli 2010

Tanjidor, Bertahan di Panggung Hiburan

PONTIANAK, TRIBUN - Pimpinan Grup Tanjidor, Setia Kawan, Ibrahim SPd, mengaku sempat jatuh bangun mempertahankan kesenian tradisional Tanjidor. Ia mengaku kesulitan mencari para pemain Tanjidor. Kalau diibaratkan mati sepuluh yang muncul hanya satu untuk kaderisasi.

"Setahun lalu pernah bubar. Saat itu, nama grupnya, Mustika. Kami bubar karena para pemainnya ada yang meninggal dan pindah. Sementara mencari penggantinya sulit sekali," kata Ibrahim kepada Tribun, Sabtu (3/7).

Kepala SDN 28 Pontianak ini menjelaskan karena terlanjur cinta, ia berupaya bangkit dan membentuk grup Tanjidor baru dengan nama Setia Kawan. Kali ini, ia memberikan sedikit sentuhan untuk menarik minat generasi muda.

"Kita masukan unsur-unsur eletronik. Istilahnya kita kolaborasikan. Antara alat-alat musik Tanjidor tradisional seperti saxophone, terompet, tambur senar, drum bass, dan terombon dengan eletrik seperti gitar melodi, gitar rhythm, dan bass," ujarnya.

Hasilnya, Arif, yang baru berumur 15 tahun ikut serta. Ia memegang gitar melodi. Maka, Tanjidor yang awalnya bernuansa tradisional, kini lebih modern. Sebab ada kreasi lain dengan memunculkan suara-suara dari gitar elektrik. Bahkan, kadang ditambah keyboard.

"Jadi, hampir semua lagu sekarang bisa kami bawakan. Dari mulai yang berirama gambus, sampai lagu-lagu pop. Dampaknya, Tanjidor, bisa dinikmati lebih luas oleh masyarakat," kata Ibrahim.

Ditemui di rumahnya di Jl Husein Hamzah Nomor 89 Pontianak Barat, Ibrahim berharap upaya para pegiat seni Tanjidor didukung oleh niat baik pemerintah untuk melestarikannya.

"Itulah. Di satu sisi pemerintah minta agar kesenian ini dilestarikan, namun pemerintah sendiri tidak ada perhatian sama sekali. Kalau pun saat ini masih bertahan, itu lebih karena kecintaan mereka yang bergabung dalam grup Tanjidor," imbuhnya.

Penuturan serupa diutarakan Pimpinan Tanjidor Tanjung Besiku, Muhammad M Saad Ahmat (62). Ia khawatir jika tidak ada campur tangan pemerintah untuk melestarikannya, Tanjidor tradisional bisa punah.

"Mungkin dalam kurun lima tahun mendatang sudah tidak ada lagi. Sekarang saja sulit cari pengganti para pemain yang rata-rata umurnya sudah menjejak senja. Sudah 50 tahunan," kata M Saad.

Padahal, lanjutnya, Tanjidor di daerah lain terus berkembang karena besarnya perhatian pemerintah setempat.

"Sudah beberapa kali pergantian wali kota, tidak ada perhatian sama sekali. Padahal, kami sudah beberapa kali mewakili Kota Pontianak mengikuti pageralan dan perlombaan dan selalu keluar sebagai yang terbaik," ujarnya.

Pegiat seni yang tinggal di Kampung Dalam Bugis, Jl Tritura Nomor 7 Pontianak Timur ini, menjelaskan syukur ia masih bisa bertahan. Semua berkat dukungan teman-temannya yang masih perduli.

Di antara mereka, ada yang menunjukkan kepedulian dan kecintaannya kepada Tanjidor dengan membelikan alat-alat Tanjidor yang dibutuhkan. Termasuk seragam tradisionalnya. Sebab, alat- alat Tanjidor warisan kakek dan ayahnya sudah berumur.

"Datuk saya sudah main Tanjidor sejak 1935. Alat-alatnya diwariskan ke Bapak, Ahmad Abubakar, dengan nama Grup Tanjidor, Sukaraja. Bapak mewariskannya ke saya," kenang M Saad.

Sebagai seniman Tanjidor, ia mengaku Tanjidor sudah mendarah daging. Dorongan akan kecintaan kepada seni tradisional itulah yang membuatnya berupaya keras mempertahankan kesenian itu.

"Cukuplah untuk makan sehari-hari. Dalam sepekan, biasanya sampai lima kali mentas. Untuk hajatan biasanya Rp 600-700 ribu. Khusus untuk pekan olahraga pelajar 24 Juli ini Rp 1,5 juta," ujarnya.

Terpanggil
Tidak banyak generasi muda yang mau berkecimpung di Tanjidor. Namun tidak bagi Arif (15). Remaja yang baru lulus dari SMPN 9 Pontianak ini justru merasa terpanggil melestarikan kesenian tradisional Tanjidor, Mustika, yang sudah dirintis ayahnya, Ibrahim (53).

"Saya sudah ikut-ikutan Bapak main sejak sebelum SD," kata Arif kepada Tribun, Sabtu (3/7).
Ditemui di rumahnya, Arif yang biasa disapa Lulu ini menuturkan pada umur 13 tahun, baru menyadari kalau Tanjidor itu musik yang bagus. Ia pun tertarik mendalaminya.

Kehadiran Lulu di Grup Mustika memberikan warna baru. Kebetulan, Tanjidor yang dikelola ayahnya merupakan Tanjidor kreasi. Di mana, mengkolaborasikan alat-alat tradisional dengan yang modern. Arif memainkan gitar melodi.

"Saya belajar gitar melodi dari teman. Hanya sedikit-sedikit. Lama kelamaan, saya jadi lancar," ujar Lulu yang punya Grup Nasyid, The Fulltime ini.

Lulu yang mengincar kursi di SMAN 4 Pontianak ini, mengaku tidak pernah malu saat tampil memainkan Tanjidor. Bahkan, ketika pada suatu pementasan disaksikan teman-teman SMP-nya.

"Saya sama sekali tidak malu. Saya bangga bisa main Tanjidor. Teman-teman juga banyak yang bilang bagus," ujarnya.

Ia berharap akan semakin banyak anak-anak muda yang terlibat aktif dalam Tanjidor. Dengan begitu Tanjidor akan lestari dan tidak lekang di telan zaman.

Selain Arif, di grup Tanjidor lainnya, Tanjidor Tanjung Besiku, ada nama Muhammad Alkasa. Usianya baru menginjak 14 tahun. Namun, cucu dari Muhammad M Saad Ahmad ini, sudah piawai memainkan kendang drum.

"Dari 10 anak-anak yang masih kerabat yang saya kumpukan untuk melanjutkan Tanjidor, hanya tiga yang masih bertahan. Satu di antaranya adalah Alkasa. Saya sangat berharap, ia yang akan mewariskan kesenian ini," kata M Saad.

Dewan Kesenian
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, Ir Utin Khadijah, mengakui pembinaan terhadap kesenian tradisional di Kota Pontianak menemui sedikit kendala. Kendala itu disebabkan Dewan Kesenian Kota Pontianak yang selama ini menjadi lokomotif pembinaan kesenian tradisional fakum untuk beberapa waktu.

"Kefakuman itu karena adanya peleburan perangkat SKPD. Dahulu, bidang kesenian masuk di Dinas Pendidikan Nasional. Sekarang berada dalam tanggungjawab Dinas Kebudayaan dan Pariwisata," kata Utin Khadijah kepada Tribun, Sabtu (3/7).

Sehingga Ketua Dewan Kesenian Kota Pontianak, Dra Herawati, saat ini berada di lingkungan Dinas Pendidikan. Sementara, seharusnya Dewan Kesenian bernaung di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. "Dalam waktu dekat, saya akan berkoordinasi dengan Ibu Hera untuk membicarakan hal ini," ujarnya.

Utin menjelaskan pihaknya sudah bertemu dan berbicara langsung dengan anggota DPR yang membidangi pariwisata belum lama ini.

"Hasilnya kami akan menghidupkan kembali Dewan Kesenian. Tapi, kepengurusan yang lama akan dibubarkan dahulu, baru kemudian dibentuk pengurus yang baru. Setelah itu, disusun program kerja. Baru kami akan audiensi ke Wali Kota Pontianak. Baru kemudian ke provinsi. Yang jelas semuanya harus sesuai dengan aturan main," paparnya.

Dewan Kesenian, menurutnya, selama ini dibagi menjadi empat komite. Komite 1 (Seni tari), Komite II (Seni Musik), Komite III (Seni Lukis), dan Komite IV (seni Suara). Untuk pembinaan alat musik kesenian tradisional seperti Hadrah, Tanjidor, dan sebagainya masuk dalam komite II.

"Kita akan libatkan mereka yang selama ini berkecimpung di musik tradisional, termasuk Tanjidor dalam kepengurusan Dewan Kesenian. Sebab selama ini mereka yang lebih memahami apa yang paling mereka butuhkan untuk pengembangan Tanjidor," ujarnya.

Utin membantah jika selama ini Pemkot Pontianak tutup mata atau tidak perduli dengan upaya pelestarian Tanjidor. "Kita cukup sering melibatkan mereka dalam berbaggai kegiatan Pemkot Pontianak. Nanti, setelah Dewan Kesenian ini terbentuk, program-program pembinaan itu akan lebih tepat sasaran," katanya.

Ia menegaskan seni musik modern boleh-boleh saja berkembang, namun musik dan kesenian tradisional tidak boleh dilupakan. Sebab, menjadi identitas dan aset budaya daerah. (hsm/*)

Minggu, 18 Juli 2010

Usung Hari Bersepeda Nasional


* Dari Kongres Sepeda Indonesia
JAKARTA - Kongres Sepeda Indonesia (KSI) yang diikuti puluhan ribu peserta akhirnya rampung digelar, Minggu (18/7). Beberapa usulan pun dibuat untuk mendukung upaya memasyarakatkan sepeda.

Satu di antaranya adalah usul 17 Juli sebagai Hari Bersepeda Nasional. "Di hari itu setiap orang bersepeda atau berjalan kaki," ujar Ketua Umum Komite Sepeda Indonesia, Syahrul Effendi.

KSI juga berusaha untuk memperjuangkan jalur sepeda yang membuat pengguna sepeda aman dan nyaman saat menaiki alat transportasi tanpa polusi tersebut. "Kita akan memperjuangkan hak bersepeda yang aman dan nyaman. Untuk DKI sendiri Gubernur sudah mempertimbangkan untuk mengkaji ulang adanya jalur khusus sepeda," tambahnya.

Pagelaran KSI sendiri ternyata masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kongres sepeda pertama dan terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia maupun di dunia.

"Kita bangga karena sambutan yang sangat luas dari masyarakat bahkan kita masuk rekor dunia untuk Kongres Bersepeda," tambah pria yang saat ini masih menjabat sebagai Walikota Jakarta Selatan ini.

Dalam kongres yang dihadiri lebih dari 50 ribu orang tersebut, selain mengangkat Syahrul Effendi sebagai ketua umum, juga mengangkat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjadi Ketua Dewan Pembina Komite Sepeda Indonesia dan Pangdam Kodam 12 Tanjung Pura TNI Mayjen TNI Muldoko sebagai Ketua Dewan Penasihat. Sebelumnya, Katon Bagaskara didaulat menjadi Duta Sepeda Indonesia.

"Saya juga nanti harus membuat pengurus pusat dan pengurus di masing-masing wilayah di seluruh Indoesia sebagai bentuk organisasi yang solid dan besar," tegasnya.

KSI juga diwarnai konvoi 50 ribu sepeda. hasilnya, konvoi memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain itu acara ini juga mencatat rekor MURI untuk konvoi yang diikuti komunitas sepeda terbanyak. Ada 200 komunitas sepeda dari seluruh Indonesia yang mengikuti konvoi ini.

"Yang ambil formulir ada 50 ribu, datang dari seluruh Indonesia. Saya berharap tanggal 17 Juli bisa dijadikan hari bersepeda. Yang ikut dari Aceh sampe Merauke," ujar Syahrul Effendy.

Pendiri MURI, Jaya Suprana, pun menyerahkan piagam pemecahan rekor konvoi sepeda terbanyak pada Syahrul. Setelah itu, para penggowes pun langsung melaju dari Parkir Timur Senayan.

Rutenya Jl Sudirman, Bunderan HI, Jl Thamrin, Jl Gajah Mada, hingga Kota Tua Jakarta. Pantauan detikcom berbagai jenis sepeda tampak dalam acara ini. Mulai sepeda onthel, fixie bike, sepeda lipat, low rider, mountain bike dan lainnya.(dtc)

Meneladani Kearifan Gus Dur via Kang Sobary


PONTIANAK, TRIBUN - Lugas, ceplas-ceplos, dan penuh warna. Itulah refresentasi dari sikap Mohamad Sobary dalam bedah buku Jejak Guru Bangsa: Mewarisi Kearifan Gus Dur, di Pendopo Rumah Dinas Wakil Walikota Pontianak, Sabtu (17/7).

"Saya tidak menjual popularitas Gus Dur (KH Abdruahman Wahid. Red). Tapi, saya terpanggil menulis buku ini setelah ada begitu banyak buku tentang Gus Dur yang lahir dari penilaian penulisnya. Saya membayangkan berjalan di belakang Gus Dur. Mencatat apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Inilah "kitab" tentang Gus Dur menurut Gus Dur," papar Mohammad Sobary yang mengaku hanya butuh waktu sepekan untuk menyelesaikan bukunya.

Pria yang akrab disapa Kang Sobary juga memaparkan bagaimana Gus Dur memelihara humor untuk menandai kearifan hidup. "Gus Dur pernah berseloroh tentang penyakit matanya. Untung sakit, jadi tidak bisa melihat gambar-gambar porno," ujar Kang Sobary disambut riuh peserta bedah buku yang berasal dari berbagai etnis, organisasi, dan lintas agama.

Sobary juga memaparkan bagaimana Gus Dur sebagai remaja awal yang baru tumbuh. Kekecewaan terhadap kematian ayahnya, menjadikan Gus Dur si luka hati yang suka rebellious dan tidak perduli menabrak batas-batas yang wajar. Sebuah kenakalan yang justru membuat Gus Dur istimewa.

"Ia menolak bersekolah karena hanya sekolah mengajarkannya tentang tata buku dan manajemen. Untuk apa belajar tatabuku. Toh, selama ini tanpa belajar manajemen pun pesantren mampu bertahan dalam usia ratusan tahun," katanya.

Untuk itu, Gus Dur kemudian memilih bacaan lain yang lebih menyita perhatiannya. Ketika teman seusianya belajar tentang kitab, ia menyendiri di pojok ruangan. Ia menyimak buku-buku Karl Max tentang perjuangan kelas dan novel The Old Man and The Sea.

"Ada yang menghampirinya. Man, kamu baca apa. Gus Dur menjawab, hadist. Kok hadist bahasa Inggris? Gus Dur menjawab singkat. Ini hadist Amerika," papar Sobary kembali memecah tawa.

Gus Dur lalu menjelaskan kepada rekannya yang bertanya itu, tentang pelajaran yang bisa dipetik dari novel yang dibacanya. Bahwa novel itu juga berisi tentang bagaimana Nelayan Tua menghargai pembantunya, menghormati tetangganya.

Di kesempatan lain, Gus Dur dari Krapyak, membawa buku-buku berbahasa Inggris karya Karl Max dan pemikiran-pemikiran kiri lainnya ke tempat Kiyai Khudori. Sang kiyai nyentrik ini sangat memahami Gus Dur. Ia menyiapkan rak agar buku-buku Gus Dur bisa tersimpan rapi.

Dalam perjalanannya, kepribadian dan sikap Gus Dur kemudian ikut terwarnai oleh Kiayai Khudori. "Kiyai Khudori adalah kiyai yang berani membela dan melindungi mereka yang dianggap sebagai PKI. Kepedulian terhadap kaum minoritas ini selanjutnya turut mewarnai Gus Dur," ujar Sobary.

Namun, dari sekian banyak nilai tentang Gus Dur, Sobary hanya menyebut dua sifat yang merupakan kata kunci untuk representasi Gus Dur. Kata itu adalah, ikhlas, berani, dan Adil. "Dalam tataran pribadi, Gus Dur itu tulus. Kalau pun ia menabrak norma, ia menabraknya dengan tulus," seloroh Kang Sobary disambut gelak tawa.

Berani adalah kata kunci berikutnya. Sobary mencontohkan saat Arswendo ditangkap karena tulisannya di Majalah Monitor, Gus Dur tampil paling depan membela Arswendo. Saat itu tidak ada satupun yang berani melawan tirani Orde Baru. Saat itulah, orang kemudian baru tahu, kalau Gus Dur adalah aset bangsa.

"Ia berani memperjuangkan apa yang diyakininya. Ia pembebas dari segenap keterbelengguan. Demokrasi terbelenggu. Media terbungkam. Minoritas tertindas. Gus Dur membebaskannya. Meski begitu, tidak perlu ada pengkultusan terhadap Gus Dur," papar Sobary.

Karena sepak terjangnya itu, Nahdlatul Ulama (NU) kemudian menjadi besar. Bahkan organisasi sebesar Muhamadiyah seperti tenggelam. Dalam bukunya, Sobary memasukan beberapa dimensi penting. Di antaranya tentang pendidikan dalam arti luas, wawasan kebangsaan, kebudayaan dan toleransi keagamaan, perlindungan kaum minoritas, dan sikap dan idealisme politik.

Buku Jejak Guru Bangsa: Mewarisi Kearifan Gus Dur, memiliki tebal 179 halaman, diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI Jakarta, 2010. Buku bisa diperoleh di Toko Buku Gramedia. Bedah buku sendiri diselenggarakan Nahdatul Ulama (NU) PC Kubu Raya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor PC Kota Pontianak dan Center for Research and Inter-religious Dialogue (CRID).

Direktur CRID, Paulus Florus, menyebut kegiatan ini lahir dari diskusi ke diskusi yang digelar (CRID). "Nilai-nilai yang dikembangkan Gus Dur misalnya tentang demokrasi, perlindungan kaum minoritas, kami nilai menyentuh kondisi masyarakat Kalbar. Ke depan, kita akan terus sosialiasikan kearifan Gus Dur melalui dialog-dialog," kata Florus.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, Achmad Zaim, mengatakan dalam konteks Kalbar, pemikiran Gus Dur sangat relevan. Apalagi, kita baru saja menggelar Pilkada di beberapa kabupaten.

Ia mengajarkan etika dalam politik. Siap menerima kekalahan jika kemenangan yang diraih tidak melanggar aturan. Kalau melanggar proses hukum, Tapi, tanpa hasutan, saling benci, dan beritikad baik saling menghargai.

Praktik demokratisasi kemudian melahirkan pergeseran. Semua orang memiliki kesempatan sama, termasuk kaum minoritas. Merupakan sunatullah kita diciptakan berbeda. Etnis, agama, dan golongan. "Kalbar yang rawan konflik mestinya mengadopsi warisan Gus Dur, tulus, adil, berani, dan ikhlas," ujar Achmad Zaim.

Sementara Tokoh Tionghoa Kalbar, XF Asali, mengenal Gus Dur sebagai sosok yang lahir melebihi zamannya. Oleh karena itu pemikirannya kadang tidak bisa diterima orang banyak dan menjadi kontroversi. Ia sering melawan arus dan mendobrak norma kewajaran.

"Ia membela kaum minoritas dan membebaskan segala yang terbelenggu. Ia muncul dan mengaku ke publik memiliki garis keturunan Tionghoa bermarga Tan ketika warga Tionghoa sendiri malu mengakui identitasnya sebagai Tionghoa," ujarnya. (hsm)

Kamis, 24 Juni 2010

Nasgor, Nasgor!

Si Engkong nyeng lagi makan malam menu nasgor di warung sebelah. Tapi gading ayam eh daging ayam suir-suir kaga diembat, cuman nemplok aje di pinggir piring. Nah, ntu di layar lebar lagi ada siaran bola. Tauk tuh bola pa'an! Wakakakaka.

»»»endi_the-djenggoet

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Jumat, 18 Juni 2010

Udah Sepok, Pamer Loe

Nih diye, dah lah sepok, eh suka pamer pula wak satu ni? Hehe, ntu ke namanye hape canggik belek beri, wak? Pinjam la kamek ni, biar bisa posting sambel nangkring beee, wakakakaka!


»»»endi_the-djenggoet

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Maksimalkan headshet

Gua diajarin teman memaksimalkan headset. Rupanya bisa juga untuk upload ke blog. Wah makin seneng karena bisa updating tiap saat. So banyak banget untungnya punya headshet canggih. Manstap...pertamax Gan!
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Jumat, 02 April 2010

Mbah Lanang dan Sejarah Becak Siantar


Rambut dan kumisnya berwarna putih semua. Jalannya pun harus dibantu dengan tongkat. Namun, jika bicara semangat, dia tak kalah dengan biker mana pun. Namanya Kartiman, tetapi semua biker di Pematang Siantar mengenalnya sebagai Mbah Lanang.

Jika ingin mencari tahu sejarah becak siantar, becak bermesin sepeda motor BSA buatan Inggris tahun 1941-1956, Mbah Lanang adalah orang yang paling tepat untuk menceritakannya. Memang masih ada pionir becak Siantar yang masih hidup, seperti Muhammad Rohim (67). Ada juga Tikno dan Mbah Sari.

Mereka mengusai seluk-beluk mesin motor Birmingham Small Arms (BSA) produksi The Birmingham Small Arms Company. Merekalah orang pertama yang kreatif menjadikan sepeda motor tua peninggalan Perang Dunia II itu sebagai becak di Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Akan tetapi, di tangan Mbah Lanang, catatan sejarah hingga foto-foto dokumentasi berbagai jenis serta modifikasi becak Siantar disimpan. Ia membuat catatan sederhana tentang perjalanan becak Siantar dari waktu ke waktu.

Dia juga mencatat beberapa bagian dari spare part atau suku cadang motor BSA yang sudah bisa buat sendiri oleh bengkel-bengkel dari industri rumahan di Pematang Siantar. Becak Siantar bisa sebanyak ini, sekarang tinggal sekitar 850 unit dan pernah mencapai 2.000 unit, dengan mayoritas BSA sebagai penariknya, adalah jasa orang-orang seperti Mbah Lanang.

Meski beberapa di antara motor BSA merupakan peninggalan pasukan sekutu, terutama dari Inggris saat mereka di Pematang Siantar, dan juga bekas milik pengusaha perkebunan dari Eropa, jumlahnya paling banyak hanya 200 unit.

Sebagian besar BSA justru didatangkan dari luar Kota Pematang Siantar oleh orang seperti Mbah Lanang. Kini, mengisi sisa hari-hari tuanya, Mbah Lanang didapuk sebagai sesepuh sekaligus Penasihat BSA Owner Motocycles Siantar (BOM'S), organisasi yang mewadahi ratusan pengemudi becak Siantar dan puluhan penggemar BSA di kota yang terletak 45 kilometer dari Danau Toba ini.

Setiap siang hingga sore menjelang senja, Mbah Lanang biasa berkumpul dengan bikers muda maupun pengemudi becak di Sekretariat BOM'S, Jalan Kartini, Pematang Siantar. Kakek 12 cucu ini dulunya hanya penjaga tempat penitipan sepeda di Pasar Horas, Pematang Siantar.

"Tahun 1962, saya kerja di tempat penitipan sepeda di Pajak Horas. Kerjanya menjaga agar jangan sampai ada sepeda yang masuk ke dalam pajak (pasar). Setiap pulang saya selalu naik becak dan minta ke penariknya agar saya yang bawa becaknya," kenang Mbah Lanang.

Dari kebiasaan itu, Mbah Lanang mulai belajar seluk-beluk motor BSA. Tak lama setelah menikahi Atom Saragih pada 1963, ia membeli sendiri becak Siantar. Saat itu, harga becak Siantar bermesin BSA tipe ZB31 (350 cc) hanya Rp 220 ribu. "Kalau disesuaikan dengan emas, harga sebesar itu sama dengan harga emas 12 mayam," ujarnya.

Baru satu tahun dibeli, becak tersebut kemudian dijualnya. Namun, Mbah Lanang tetap menarik becak. Hanya, kali ini dia menarik becak punya orang lain. "Dalam waktu dua tahun saya sudah bisa beli becak sendiri lagi," imbuhnya.

Pengalaman jual-beli becak kemudian membawa Mbah Lanang pada profesi baru sebagai penjual becak Siantar. Apalagi saat itu jual beli becak Siantar tengah booming. Pekerjaan sebagai pengemudi becak Siantar masih sangat menjanjikan.

Berbekal pengalamannya itu, dia berani mencari motor BSA hingga ke seluruh pelosok Sumut. "Mulainya di Pematang Siantar, setelah enggak ada lagi, saya mulai cari ke kota-kota lain di Sumatera Utara. Setelah di Sumatera Utara enggak ada lagi, saya cari hingga ke provinsi lain, tetapi masih di Sumatera. Baru setelah di Sumatera sudah kehabisan, saya mencari di Pulau Jawa," tutur kakaek kelahiran Pematang Siantar, 1 Februari 1941, ini.

Sejak 1980-an, Mbah Lanang mulai mencari motor BSA hingga ke pelosok kota-kota di Pulau Jawa dan Bali. "Saya datangi kota di Jawa, mulai dari Ngawi, Kediri, Surabaya, malah sampai ke Bali. Sekali berangkat paling banyak saya dapat tiga unit dan langsung dibawa ke Pematang Siantar," katanya.

Menurut Mbah Lanang, di kota-kota Pulau Jawa waktu itu dia sering menemukan kondisi motor BSA teronggok begitu saja tanpa perawatan. "Banyak yang diletakkan di kandang ayam dan tak terurus," ucapnya.

Dengan menggunakan transportasi darat naik bus Antarlintas Sumatera (ALS), motor BSA itu dipereteli sebelum dibawa ke Pematang Siantar. Selain jalur darat, terkadang Mbah Lanang mengangkutnya melalui jalur laut dengan KM Tampomas, yang telah tenggelam di perairan Masalembo pada 1981.

Kegiatan jual-beli sepeda motor BSA dilakukan Mbah Lanang hingga era 1990-an. Dia pun tetap setia menarik becak saat tak sedang mencari motor BSA untuk dibeli. Ketika jumlah motor BSA yang dijadikan becak di Pematang Siantar mencapai puncaknya, sampai ada 2.000 unit, terjadilah titik balik.

Belakangan ini justru banyak orang luar yang meminati sepeda motor BSA yang telah dijadikan becak di Pematang Siantar. "Kolektor sepeda motor tua membelinya dengan harga Rp 10 juta hingga Rp 17 juta. Saat jumlah BSA mulai berkurang, baru orang sadar kalau dibiarkan terus bisa tidak ada lagi yang tersisa di Pematang Siantar," ujar ayah empat anak ini.

Kini, bersama para pengemudi becak Siantar dan bikers yang tergabung dalam BOM'S, Mbah Lanang gigih mengampanyekan kelestarian becak Siantar. Dia pun berada paling depan saat Pemerintah Kota Pematang Siantar dan DPRD setempat merancang perda peremajaan becak motor pada 2006.

Dengan perda tersebut, memungkinkan sepeda motor baru buatan Jepang atau China menjadi penarik becak di Pematang Siantar. Sesuatu yang selama ini eksklusif untuk sepeda motor tua, seperti BSA. “Padahal, di dunia ini, sepeda motor merek BSA yang masih tegar menjelajah jalanan hanya ada di Siantar. Biarlah, kalaupun becak siantar ini harus mati, matilah dengan alami. Bukan punah karena perda," ujarnya.

Disadur dari http://www.boms-bikers.com

Kamis, 01 April 2010

Fauzi: Ini Surprise bagi Saya


* Tribun Kembalikan "Amplop" ke PLN Pontianak

Kepala Cabang PLN Pontianak, Fauzi Arubusman, terkejut ketika rombongan Tribun Pontianak, Selasa (30/3), mengembalikan amplop berisi uang Rp 1 juta. Amlop itu sebelumnya diberikan kepada seorang wartawan Tribun yang menghadiri kegiatan PLN, pekan lalu.

"INI menjadi surprise bagi saya. Sebelumnya di tempat lain tidak pernah ditolak. Kami memberikan dana tersebut sebagai bentuk profesionalitas kepada seorang pembicara yang membagikan ilmunya kepada kami. Tidak ada maksud lain," kata Fauzi saat ditemui rombongan Tribun di ruang kerjanya sekitar pukul 14.30 WIB.

Kisah amplop berisi uang Rp 1 juta tersebut berawal dari rapat kerja yang melibatkan beberapa pimpinan PLN ranting, Kamis (25/3).

Tribun diundang hadir dalam acara tersebut sebagai satu di antara pembicara, untuk membahas peran dan fungsi media massa sebagai jembatan antara rakyat dengan PLN. Saat itu, Tribun diwakili Manajer Produksi Hasyim Ashari.

Fauzi menuturkan, PLN sengaja mengundang Tribun dalam kegiatan tersebut untuk memberikan pandangan bagaimana sebaiknya menjalin hubungan dengan media massa.

"Terkadang yang muncul bad news (berita buruk), dan ketika wartawan datang pasti langsung terpikir kami akan menghadapi masalah," ujar Fauzi tersenyum.

Meski seusai acara rapat kerja tersebut Fauzi telah mendapat penjelasan tentang larangan menerima imbalan dalam bentuk apapun bagi wartawan Tribun, ia semula tak percara.

"Atas dasar prinsip penghargaan, kami tetap memberikan dana tersebut," lanjut Fauzi.

Pemimpin Redaksi Albert GJ Joko yang memimpin rombongan Tribun menjelaskan kepada Fauzi bahwa Tribun Pontianak harus melaksanakan amanat profesi, sebagai koran dari Kompas Gramedia, yang melarang wartawan menerima imbalan dalam berbagai bentuk.

"Mohon maaf sebelumnya. Kami sebagai jurnalis juga perlu uang tentunya. Tetapi, sudah menjadi komitmen Kompas Gramedia, untuk tidak menerima semua bentuk imbalan, selain yang diberikan perusahaan kepada karyawannya," ujar Albert.

Dalam aturan Kompas Gramedia, hanya dalam keadaan tertentu wartawan diperbolehkan menerima imbalan yang diberikan. Itu pun dengan pertimbangan kemanusiaan, misalnya menjaga perasaan sang sumber jika ditolak di hadapan banyak orang.

Jika itu terjadi, maka si wartawan harus melaporkan ke pimpinan di kantor pada kesempatan pertama mengenai apa yang terjadi, dan membuat berita acara mengenai penerimaan uang tersebut, serta melampirkan "barang bukti" yang ia terima.

Imbalan tersebut kemudian akan dikembalikan kepada si pemberi disertai surat berisi ucapan terimakasih atas penghargaan yang diberikan, namun sebaiknya pada kesempatan berikut tidak memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada wartawan Tribun.

Albert menceritakan, selain uang, ada juga sumber yang memberikan imbalan berupa barang. Awalnya, ada masyarakat menghubungi Tribun, dan menyampaikan keberatan terhadap kebijakan jalan satu arah di sekitar toko miliknya.

Sejak diberlakukan kebijakan jalan satu arah di kawasan tersebut, toko jadi sepi pengunjung. Setelah Tribun beritakan, jalan tersebut kembali mejadi jalur dua arah, dan toko kembali ramai pengunjung.

"Dikirimlah paket ke kantor kami, ditujukan kepada wartawan sebagai bentuk terima kasih atas pemberitaan tersebut. Barangnya berupa kacamata. Ya, harus dikembalikan, padahal kacamatanya mahal dan bagus," jelas Albert dilanjutkan tawa.

Godaan untuk menerima imbalan memang berat. Diakui, ada wartawan Tribun yang dikeluarkan karena terbukti menerima imbalan dari sumber. Imbalan Rp 1 juta atau Rp 10 ribu jika diterima memiliki konsekuensi yang sama.

"Saya berharap prinsip ini tidak menjadi masalah dalam hubungan antara PLN dan Tribun Pontianak. Tanggung jawab sebagai jurnalis, pertama kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian kepada masyarakat, dan negara," ujar Albert.

Dari penjelasan yang disampaikan, Fauzi menyatakan bisa memahami dan menghormati prinsip Tribun Pontianak. Tapi, karena sudah dianggarkan dan dikeluarkan dana, maka secara administrasi sudah tercatat sebagai pengeluaran.

"Apakah dana tersebut akan disumbangkan ke masjid?" tanyanya. Usul itu langsung disetujui Albert, supaya manfaatnya dirasakan orang banyak.

Selepas suara azan penanda waktu ashar dikumandangkan muazzin, staf Sekretariat Redaksi Tribun Pontianak, Dewi Handayani, menyerahkan kembali amplop berisi uang Rp 1 juta kepada Fauzi.

"Lain kali kalau kami mengundang, tidak dianggarkan lagi, ya," ucap Fauzi disambut tawa rombongan Tribun Pontianak. (dian lestari)

Pertemuan setelah 14 Tahun


Rabu (24/3), sekitar pukul 11.00 WIB, handphone-ku berbunyi, pertanda ada pesan singkat masuk. "Ass.wr.wb. Syim, ane udah di Pontianak. Robby," begitu isinya. Aku terperanjat. Bujug busyet, si Robby! ya siapa lagi kalo bukan Robby J Prihana, Ketua OSIS SMAN 2 Bekasi era 1992-1993.

Dia ke Pontianak karena ada urusan dinas menyiapkan kedatangan Wapres Boediono dan sekitar delapan menteri ke Kalbar. Rombongan berada di Pontianak, untuk meresmikan dan memberikan bantuan sejumlah proyek pembangunan pada 26-27 Maret.

Ketika Robby menjabat Ketua OSIS, aku adalah Sekretaris OSIS. Namun, ketika di Pramuka, Aku Pradana (Ketua), Robby adalah sekretarisku. Saat acara-acara OSIS, biasanya Robby minta aku membawakan map. Sebaliknya, giliran Robby yang kuminta membawakan map ketika ada kegiatan pramuka.

Dua tahun terakhir, aku baru tahu kalau Robby ternyata bekerja di Sekretariat Wakil Presiden. Urusan protokoler menjadi satu di antara tugas yang melekat dalam pekerjaannya. Termasuk ketika Wapres masih dijabat Sang Maestro Jusuf Kalla (JK).

Tahun 2008, ketika JK ke Pontianak, rupanya Robby juga mencariku di Universitas Tanjungpura. Dari seorang teman lama (Deddy Wibowo alias Komar alias Pablo), ia mendapat informasi kalau aku dosen di almamater ku itu. Ha ha ha ha....tampang begini jadi dosen, kagak dah! Saat itu, Robby kehilangan nomer kontak karena aku ganti nomor ponsel.

Maka, kami tidak bertemu. Padahal, satu di antara proyek yang diresmikan JK saat itu adalah Gedung Graha Pena, kantorku yang lama. Lebih lucu lagi, karena saat itu, aku juga menyantap hidangan Paspampres, setelah keliru mengambil jatah makan siang di Hotel Grand Mahkota. Kebetulan Kompas Gramedia, tempat kerjaku yang baru, sedang menggelar kegiatan Journey to Exellence di hotel yang sama.

Sampai akhirnya, facebook mempertemukan kami. Meski tidak terlalu intensif balas membalas status, namun kami tahu nomor masing-masing dari laman persahabatan tersebut.

Sebelumnya, aku tahu Wapres Boediono bakal ke Pontianak drai rekan-rekan redaksi Tribun Pontianak. Namun, tidak menyangka kalau Robby ikut juga. Jadi, Rabu itu, meski ingin sekali bertemu, aku tidak bisa segera bertemu Robby. Pekerjaan di kantor benar-benar tidak bisa ditinggalin. Sementara Robby juga sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Mulai protokoler acara, hingga survei lokasi yang akan didatangi Boediono.

Padahal, aku sudah tidak sabar ingin mendengar dan berbagai kisah dengannya. Mungkin lebih tepat melepas kangen. Kami berpisah setelah lulus pada 1996 dan tidak pernah bertemu lagi setelah itu. Aku harus merantau ke Pontianak karena lulus UMPTN di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. Robby, aku tidak tahu ada di mana. Belakangan dia cerita, kuliah di FISIP Universitas Padjajaran.

Waktu yang kami sepakati akhirnya datang. Waktuku cukup luang, dan Robby punya kesempatan di sela-sela jadwal kunjungan yang padat. Aku menjemputnya di lobi Hotel Kapuas Dharma, karena memang ia dan rombongan menginap di sana. Setibanya di lobi, aku menelponnya untuk segera turun.

Di kepala ku muncul berbagai pertanyaan. Apakah Robby yang akan kutemui ini adalah Robby yang ku kenal dulu? atau dia sudah berubah. Sambil menunggunya, aku berbincang-bincang dengan beberapa relasi dari Kabupaten Kubu Raya. Mereka adalah sarjana pelopor untuk program PNPM Mandiri.

Tak berapa lama, sosok yang kutunggu muncul dengan senyum khasnya. "Wah tambah buncit neh," kata Robby melempar senyum. Aku membalasnya dengan ujaran serupa. "Eloe juga Bay (aku dan teman-teman di SMA memanggilnya Obay). Tambah gemuk,"

Aku mengajaknya ke sebuah sudut kota, tepatnya di Jl Gajahmada Pontianak. Di sana memang terkenal dengan jajanan pinggir jalan. Ada begitu banyak warung kopi tempat nongkrong. Dari mulai pelajar, pejabat, pengangguran hingga para pewarta. Kami memilih kursi tepat di depan Hotel Orchardz.

Sambil mencicipi kopi Pontianak, Robby bercerita tentang pahit, manis, dan getirnya perjalanan hidup yang ia lalui. Sebuah cerita yang ternyata tidak jauh berbeda dengan yang kualami. Jujur, aku terkejut dengan semua penuturannya. Robby juga begitu.

Kami bicara ngalor ngidul. Dari kisah di SMA, bagaimana susahnya kuliah, pekerjaan, hingga urusan keluarga. Aku dan Robby sama-sama terkejut karena perjalanan hidup selama 14 tahun, nyaris sama. Kami pun mengambil hikmah masing-masing untuk menjadikan kualitas hidup ini jadi lebih baik.

Aku mendapat energi baru dari sosok Robby yang baru saja kutemui. Ia jauh lebih dewasa, lebih bijak, lebih kebapakkan, lebih religius, dan pribadi yang begitu menikmati hidup. Di luar itu, ia tetap sosok Robby yang ku kenal 14 tahun lalu. Robby yang tidak kehilangan selera humor dan rendah hati. Robby yang idealis karena memang dibesarkan oleh kemapanan organisasi.

Robby kembali ke Jakarta, Sabtu (27/4). Sampai kami berpisah, kami masih tidak percaya bahwa bisa bertemu dan bertatap muka setelah sekian lama tidak bertemu. Dari sana, kami yakin kesempatan untuk bertemu teman-teman lainnya, pasti mimpi yang bisa jadi kenyataan. Terimakasih Tuhan!

Senin, 29 Maret 2010

Menggugat Mandat KOSTI


Oleh: Hasyim Ashari S.SOs
Wakil Ketua SEPOK

Pelantikan pengurus Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) Kalbar, Sabtu (27/3), berjalan lancar. Namun, pelantikan tersebut masih menyisakan tandatanya. Terutama di kalangan pengurus dan naggota Sepeda Onte Kalimantan Barat (SEPOK).

Sejak awal, SEPOK lahir dengan dasar kecintaan anggotanya kepada sepeda tua. Kami juga sepakat meletakkan dasar organisasi ini jauh dari kepentingan apapun. Meski harus diakui, anggota dan pengurus SEPOK datang dari berbagai kalangan. Namun, semangatnya tetap satu, melestarikan sepeda tua dan menjadikannya bagian dari gaya hidup sehat.

Anggota dan pengurus SEPOK tidak pernah haus dari kekuasaan apapun. Apalagi organisasi ini merupakan organisasi nirlaba. Kerja keras membangun SEPOK saja, sudah cukup untuk membuktikan bahwa kami memang mencintai organisasi ini. Kecintaan itu, kami tuangkan dalam berbagai bentuk aktivitas nyata dan positif. Hingga pada sampailah pada titik, kami memang pioner.

Pasca KOSTI berdiri, SEPOK ikut menjadi saksi. Meski kami hanya bisa melihatnya dengan haru dari bawah Garis Equator. Saat itu, kami bertekad KOSTI Kalbar harus terbentuk. Namun, saat itu pula, organisasi sepeda tua di Kalbar, hanya ada dua. Pertama SEPOK yang ada di Pontianak, yang kedua adalah KESATRIA dari Kabupaten Kubu Raya.

Kami pun menunggu waktu yang tepat untuk mendirikan KOSTI Kalbar. Pertimbangannya adalah, KOSTI, kami anggap organisasi yang harus memiliki kewibawaan di mata anggotanya. Itu artinya, unsur keterwakilan menjadi harga mati. Semua pengurus sepeda tua di Kalbar, tidak boleh jadi penonton. Mereka harus jadi aktor yang membidani kelahiran KOSTI di tanah Borneo.

Tahun ini, rencananya pengurus SEPOK akan mencoba untuk mendirikan KOSTI Kalbar. Sebab belakangan sudah muncul organisasi serupa. Sebut saja, SEWOD yang hanya dalam lingkup satu gang, yaitu Gg Wonodadi di Kabupaten Kubu Raya, Lereng Sintang di Kabupaten Sintang, Sepeda Ontel Anak Galaherang di Kabupaten Pontianak, Pangsuma di Kabupaten Sanggau, Kropos di Singkawang, juga di Kabupaten Ketapang. Terakhir, muncul organisasi sepeda tua di Pontianak meski anggotanya hanya berada dalam satu kecamatan, bahkan hanya beranggotakan beberapa orang dalam satu gang saja. It's Ok!

Kami pun berpikir, mungkin sudah saatnya membentuk KOSTI Kalbar. Mengingat, pasca sepok berdiri, ternyata turut memotivasi organisasi serupa di berbagai kabupaten dan kota di Kalbar. Namun, pengurus SEPOK tetap berpegang pada keinginan semula. KOSTI Kalbar, harus lahir dan dibidani seluruh organisasi sepeda tua yang ada di Kalbar. Ideal? KOSTI memang harus ideal!

Hal itu memang butuh waktu. Sebab tidak mudah mengumpulkan mereka semua duduk dalam satu forum bersama. Namun, sejak tahun lalu, intensitas komunikasi dengan pengurus di berbagai daerah itu sudah terjalin baik. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Bukan terjebak oleh kesempurnaan, namun kami menyakini mengumpulkan mereka bukan hal yang mustahil. Untuk itulah, SEPOK tidak ingin tergesa-gesa membentuk KOSTI Kalbar.

Namun, apa daya. Rencana tinggal rencana. Di tengah upaya mematangkan pembentukan KOSTI Kalbar itu, muncul keinginan beberapa orang, yang ingin menggesa pembentukan KOSTI Kalbar. Tentu kami menyambut baik, siapapun mereka. Toh, mereka juga masih aktif tercatat sebagai anggota SEPOK. Sebab keinginan kita memang sama, membentuk KOSTI Kalbar. Dan sudah tentu juga, sejatinya keinginan itu tetap berada dalam koridor yang benar. Bukan grasak-grusuk, sebab ada aturan yang mengikat.

Pengurus SEPOK sudah mengingatkan untuk menunda pembentukan KOSTI Kalbar, kepada beberapa orang yang ingin segera mewujudkan KOSTI Kalbar. Namun, keberatan yang diajukan dinilai hanya sebagai sentimen pribadi. Padahal, Ketua SEPOK, Jayus Agustono, melayangkan surat keberatan dalam kapasitasnya sebagai ketua organisasi dengan anggota sekitar 200 orang ini.

Keberatan juga datang dari Kabupaten Ketapang dan Sanggau. Namun, sekali lagi apa daya. Mimpi untuk menjadikan KOSTI Kalbar sebagai organisasi ideal, tinggal cerita. Komunikasi yang terjalin antara Pengurus Pusat KOSTI, dalam hal ini Sekjen Kosti Fahmi Saimima, bukan lagi dalam ranah organisasi dengan organisasi. Sebab, kalau itu yang terjadi tentu komunikasinya adalah dengan Ketua SEPOK, Jayus Agustono.

Maka, sudah bisa ditebak, Pengurus Pusat KOSTI tetap menerbitkan surat mandat. Mandat yang tertuang dalam SK Nomor 011/PP-KOSTI/1/01/01/2010 itu menunjuk Laisah Maranatha, yang juga anggota SEPOK, sebagai pelaksana mandat. Pengurus SEPOK sekali lagi, tidak pernah memperkarakan siapapun yang menerima mandat, sepanjang memang prosedural.

Okelah, PP KOSTI menyebut secara administrasi permohonan yang diajukan Laisah dkk sudah cukup. Namun pernahkan PP KOSTI mengkonfontir langsung bagaimana lahirnya persyaratan administrasi yang dinilai cukup itu? Di sinilah kepekaan PP KOSTI turut digugat.

Oke, katakan saja pengurus SEPOK kalah cepat satu langkah hanya karena menunggu moment terbaik membentuk KOSTI Kalbar. Mari masuk ke SK mandat. Dalam SK mandat itu, pelaksana mandat diminta secepatnya untuk menggelar pra-musyawarah daerah (Musda). Asumsinya, merekalah yang menjadi tim formatur untuk musyawarah daerah.

Namun, yang terjadi adalah musda tidak pernah digelar. Organisasi-organisasi sepeda tua di Kalbar juga tidak pernah diajak bertemu. Pengurus SEPOK yang diundang, sudah menyatakan keberatan dan meminta agar lebih bersabar agar KOSTI Kalbar tidak lahir prematur.

Permintaan itu kemudian dijawab dengan terbentuknya pengurus KOSTI Kalbar 2010-2013. Luar biasa, KOSTI Pusat yang kami nilai muncul ke dunia karena perjuangan, keringat, dan darah melalui kongres, tapi sebaliknya di daerah. Tidak perlu keringat dan darah. Tidak perlu mengakomodir aspirasi dari bawah. Hanya perlu pendapat beberapa orang saja. Cukup!

Buktinya, KOSTI Kalbar hanya terbentuk dalam tempo empat hari. Disusun hanya berdasarkan rapat biasa, bukan lahir melalui musda, yang selama ini, digadang-gadang sebagai wadah tumbunya demokratisasi di tubuh KOSTI.

Lalu, apa gunanya perintah SK PP KOSTI kepada penerima mandat untuk segera menggelar musyawarah daerah? Toh, tidak menggelar musda pun KOSTI Kalbar tetap bisa terbentuk. Atau pengurus SEPOK yang memang salah mengartikan surat mandat PP KOSTI kepada penerima mandat?

Dan, selamat! itulah senjata paling efektif mematikan demokratisasi di negeri ini. Ketika aspirasi tidak didengar, ketika petinggi mencekoki akar rumput dengan produk keputusan yang mereka sendiri tidak tahu bagaimana keputusan itu dilahirkan. Inilah, penjajahan paling nyata!

Inikah, nilai-nilai luhur yang ingin ditumbuhkembangkan dalam tubuh KOSTI? Inikah konsekuensi yang harus kami tanggung setelah sekian lama mengagungkan KOSTI sebagai organisasi tertinggi sepeda tua di negeri ini? atau memang inikah pelajaran yang kami harus teladani di daerah?

Lalu untuk apa juga AD/ART KOSTI dibuat dan disebarkan ke organisasi sepeda tua lainnya di tanah air. Apakah hanya untuk sekadar disimpan di ruang sekretariat, bahkan mungkin menjelma sampah yang tidak berarti apa-apa. Sementara AD/ART harusnya menjadi sumber hukum dalam setiap gerak organisasi.

Atau, sekali lagi, setelah gagal mengartikan SK mandat PP KOSTI, kini giliran pengurus SEPOK yang gagal menterjemahkan isi BAB VI Aturan Peralihan pasal 19 Anggaran Dasar KOSTI. Bahwa, untuk pertama kalinya pengurus pusat dibentuk oleh deklarator, pengurus provinsi dibentuk oleh koordinator wilayah, dan koordinator wilayah dibentuk oleh klub/komunitas dalam satu daerah kabupaten/kota.

Mari, jadikan moment terbentuknya KOSTI Kalbar untuk instrospeksi organisasi di tingkat klub dan KOSTI sendiri! Buat pengurus SEPOK yang hendak melayangkan Mosi Tidak Percaya, berdoa sajalah agar PP KOSTI masih punya mata, hati, dan telinga. Atau, bersiap-siap sejak dini sebelum kembali menelan pil pahit. Wassalam!!

Kamis, 11 Februari 2010

Akhirnya Pontianak Punya Car Free Day

PONTIANAK, TRIBUN - Suasana lain dari biasanya terlihat di ruas Jl MT Haryono, Kota Pontianak, Minggu (7/2). Di tempat itu, Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, meluncurkan kegiatan Car Free Day atau hari bebas kendaraan bermotor.

Ketua Komunitas Pekerja Bersepeda atau Bike to Work (B2W) Kalbar, Chairil Effendi, menyambut baik event tersebut. Itu sebabnya, kebiasaan bersepeda akan digalakkan kembali, karena selain membuat sehat juga menjadikan lingkungan bersih.
"Bersepeda mengedepankan naturalitas, udara lebih bersih dan nyaman. Badan jadi sehat. Selain itu, mengajarkan masyarakat untuk berbagi tempat di jalan bagi pengguna sepeda," ujar Chairil yang juga Rektor Unibersitas Tanjungpura.

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, mengatakan, event ini tak sekadar berhenti di peluncurannya saja. Ia bertekad setiap pekan selalu digelar momen serupa.

"Insya Allah, ini akan diadakan tiap Minggu. Acara yang lebih besar minimal sebulan sekali, dengan menggandeng BUMN dan perusahaan swasta," ujar Sutarmidji.

Bagi dia, Car Free Day tak hanya bebas dari asap kendaraan, tapi juga bebas asap rokok. Karena itu, pengukuhan area bebas asap rokok akan dikuatkan dengan Peraturan Daerah.

"Area Water Front City dari Alun-alun Kapuas sampai kawasan Pasar Kapuas akan ditata supaya enak untuk olahraga jalan kaki. Mudah-mudahan dalam dua tahun ke depan, sudah terwujud," katanya.

Sedianya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng akan hadir pada kegiatan itu. Namun, karena harus mendampingi Presiden SBY ke Lampung, Andi urung hadir.

Andi "mengutus" istrinya, Vitri Cahyaningsih Mallarangeng, untuk ke Pontianak. Tak hanya itu, ibunda Andi pun, Andi Asni Mallarangeng, turut serta.

Dari lingkungan Kementerian Olahraga, hadir Sekretaris Menteri Wahid Muharram. Wahid mengatakan, Menpora tetap berusaha berangkat ke Pontianak usai acara di Lampung.

Vitri Cahyaningsih mengatakan, Kota Pontianak merupakan tempat pertama di luar Jawa yang menggelar peluncuran Free Car Day. Di lingkungan kantor suaminya, ia dilibatkan menghidupkan kembali senam tiap Jumat.

"Suami saya, kalau tak ada rapat pagi, juga bersepeda ke kantor. Jarak rumah kami ke kantor sekitar 40 kilometer," ujar penggemar sop kepiting ini.

Sementara ibunda Menpora, Andi Asni, mengaku tak asing dengan Kota Pontianak. Anaknya yang merupakan adik Menpora, Andi Nina Mallarangeng, pernah bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Mempawah.

"Saya sering ke sini, besan saya juga orang sini. Wah, Pontianak memang panas, ya," ujar wanita yang masih tampak bugar di usia 74 tahun.

Andi Mallarangeng sendiri tiba di Kota Pontianak menjelang pukul 15.00 WIB. Ia melantik pengurus B2W di Pendopo Gubernur.

Tak sekadar sepeda sebagai olahraga rekreasi, Andi menegaskan perlunya Kalbar mengembalikan kejayaan olahraga prestasi yang dulu pernah begitu bersinar.

"Saya ingin kita punya momentum kebangkitan olahraga nasional. Saya ingat sejak dulu, Kalbar menjadi gudangnya atlet balap sepeda. Kalbar mestinya kembali jadi gudang pebalap sepeda lagi," tegas Andi.

Kementerian yang dipimpinnya kini tengah membuat pemetaan olahraga unggulan di masing-masing daerah. Ia meminta virus bersepeda kembali menjalar di mana-mana, terutama kalangan anak-anak.

Andi menuturkan, olahraga bersepeda tak sebatas terkait sarana ke tempat kerja, atau pun rekreasi, tapi juga prestasi. Sambil juga memperjuangkan lingkungan yang bersih dan sehat karena bebas dari asap kendaraan.

Andi berbincang dengan pembalap sepeda Kalbar. Di antaranya Maruki Madsun yang pernah menyabet dua emas Asia, maupun pembalap wanita Secelia S Harly. Selain pembalap sepeda, ia juga berbincang dengan petinju Kalbar Daud Yordan, Yohanes Yordan, Damianus Yordan, dan beberapa petinju cilik.

Penyerapan Kalsium
Spesialis tulang RSUD Soedarso, dr Harry Fadjar SpOT, mengatakan, aktivitas bersepeda memiliki nilai aerobik yang cukup tinggi sekaligus low impact. Usia muda sampai tua sekalipun cocok menjalankan aktivitas ini.

"Bersepeda bisa menguatkan otot-otot dan dengan sendirinya keseimbangan badan lebih bagus. Tarikan otot setiap mengayuh pedal, mampu merangsang penyerapan kalsium lebih kuat," ujar Harry kepada Tribun, Minggu, di arena Free Car Day.

Harry tergabung dalam komunitas Teman Nunggu Teman (TNT), yakni sebuah kelompok lintas profesi dengan pilihan sepeda jenis mountain bike.

Penyerapan kalsium yang kuat, sangat baik untuk kesehatan tulang. Bagi kalangan orangtua, kegiatan bersepeda mampu membantu mencegah pengeroposan tulang.

Ia juga mengingatkan, mengayuh sepeda jangan secara tiba-tiba. Diperlukan pemanasan ringan, agar otot kaki yang melekat pada tulang tidak mengalami trauma. Apabila cara mengengkol benar, disesuaikan dengan geometri sepeda, cidera otot tak bakal terjadi. end/tribun pontianak)

Minggu, 10 Januari 2010

Cino Putar Video De Leon


* Jelang Perebutan Juara Dunia WBA

PONTIANAK, TRIBUN - Petinju kebanggan Kalbar, Daud "Cino" Yordan, optimistis mengalahkan mantan juara dunia kelas bantam super versi WBO asal Meksiko, Daniel Ponce De Leon.

Keduanya akan berlaga dalam pertarungan 12 ronde memperebutkan gelar juara dunia interim kelas bulu versi WBA di Mandalay Bay Resort, Nevada, Amerika Serikat, 30 Januari.

"Saya tidak menjanjikan KO. Tapi, kalau ada kesempatan, saya pasti melayangkan pukulan mematikan," kata Cino kepada Tribun, Minggu (3/1). Saat dihubungi melalui telepon, ia mengaku masih berada di Kabupaten Kayong Utara.

Optimisme Cino yang belum terkalahkan dalam 25 kali naik ring itu, bukan tanpa alasan. Cino mengungkapkan De Leon hanya menang reputasi karena pernah juara dunia. Namun, juara dunia yang diraihnya itu pun terkesan dipaksakan.

Soal skill, De Leon masih berada di bawah dua lawan yang pernah dihadapi Cino, Jose Antonio Meza (Meksiko) dan Robert Guerero (Amerika Serikat).

Cino yang menyandang titel Juara Tinju WBO Asia Pasifik Indonesia, menang angka mayoritas dari Antonio Mezza yang memegang gelar juara WBO wilayah Amerika Utara.
Pertarungan non-gelar 10 ronde yang digelar di Las Vegas, 13 September 2008, itu berakhir dengan skor 78-74, 78-74, dan 76-76.

Sementara melawan Robert Guerero, 8 Maret 2009, di The Tank Hall San Jose, California, pertandingan berakhir no contest karena terjadi benturan kepala (head butt). Ambisi Cino merebut gelar North American Boxing Organization (NABO) pun harus dilepas.

"Mengantisipasi benturan terulang, saya akan terapkan kick 'n run. Strategi ini juga untuk menghindari De Leon yang sangat senang bertarung jarak dekat dan terbuka," kata Cino.

Petinju kelahiran Simpang Hulu, 10 Juli 1987, itu menjelaskan, karakter petinju Meksiko adalah tahan pukul, bertarung jarak dekat, dan pantang menyerah.

"Untuk menghadapi petinju berkarakter demikian, saya akui masih kesulitan. Tapi, saya sudah belajar bagaimana mengatasinya," ujarnya.

Untuk menutup kekurangannya itu, Cino mengaku latihan di Kayong Utara diarahkan untuk membentuk fisik dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Di antaranya dengan berlari setiap hari antara 30-40 menit, hall back, pukul sansak, hingga bertarung puluhan ronde. "Tidak ada persiapan yang terlalu khusus. Biasa saja," tegasnya.

Mengetahui kemampuan De Leon menjadi keharusan. Untuk itu, Cino sudah sudah menyaksikan berulang-ulang empat video pertarungan De Leon. Hasilnya, ia mengaku tidak kaget dengan apa yang ditunjukkan lawannya tersebut.

"De Leon punya kelamahan. Dia tidak pintar mengantisipasi counter attack atau pukulan balasan. Sementara untuk counter attack, saya sangat ahli. Ini yang akan saya kembangkan," papar Cino yang dijuluki Raja KO ini.

Namun, meski sudah mengetahui kekuatan dan kelemahan De Leon, Cino menilai kalau setiap menghadapai lawan tetap dibutuhkan kesabaran, kerja keras, dan doa.

Karena itulah, ia mengharapkan doa dari masyarakat Kalbar agar ia bisa memberikan yang terbaik. "Doakan juga semoga jadwal pertandingannya tidak berubah. Ini belum fix 100 persen. Biasalah, dalam dunia tinju semua bisa berubah. Bersiap boleh, pasti belum tentu," ujarnya.

Ia mengaku baru menerima jadwal awal, belum ada konfirmasi terakhir dari Golden Boy Promotion. Tapi, kemungkinan besar dalam pekan ini. Termasuk soal dokumen pertandingan, visa, dan lain sebagainya. "Kalau sudah mengantongi jadwal awal, biasanya jadi," katanya.

Disinggung soal target berikutnya jika memenangi pertarungan melawan De Leon, Cino menegaskan ada satu orang yang sangat ingin ia hadapi.

"Ada satu nama. Tapi, off the record dulu yach," tegasnya. Dimintai bocoran soal petinju itu dari negara dan di kelas apa, Chino hanya berseloroh. "Ada aja." (hsm)