Jumat, 30 Juli 2010

Stop Saling Tuding

* KOSTI pasca KSI

Rekan onthelis tanah air, awalnya saya tidak ingin membuat klarifikasi terkait sejumlah komentar di WARA WIRI terkait topik KOSTI pasca KSI. Sebelum kemudian saya membaca ada komentar yang ditulis komentator yang menamakan dirinya HATI HATI.

Rekan HATI HATI menulis bahwa Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, dan Gila Onthel (saya), Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang. Dewasalah!

Menurut saya, yang kedewasaannya patut dipertanyakan adalah rekan kita yang terhormat HATI HATI. Kalau memang gentlement, buka dong alamat websitenya (URL). Biar semua rekan onthelis bisa berkunjung! Biar sosoknya kelihatan terang benderang! Kecuali memang ada niatan lain, habis menuding sembunyi tangan! Dewasalah!

Saya akan sangat terbantu, jika rekan HATI HATI selanjutnya berbagi ilmu dengan menunjukkan benarkah komentar saya dan sejumlah nama yang disebut itu, berasal dari IP Address yang sama. Tinggal aware saja, saya tidak keberatan. Nah, nanti saya akan cocokkan dengan IP Address saya, yang sudah saya gunakan sejak dua tahun lalu.

Sepanjang saya menulis komentar di WARA WIRI, blog yang kita sayangi, saya tidak pernah menyembunyikan identitas saya. Tinggal klik gilaonthel, rekan-rekan onthelis bisa langsung masuk ke blog pribadi saya. Keterbukaan yang saya junjung tinggi itu, sebagai bentuk apresiasi terhadap kecintaan untuk berbagi informasi tentang sepeda.

Di blog yang sederhana ini, selain berisi tentang blog-blog rekan onthelis nusantara dan Malaysia, juga ada blog untuk motor antik. Beberapa di antaranya adalah jaringan yang saya bangun, sesama rekan media dan penulis. Bahkan ada beberapa tulisan saya yang sudah dibukukkan.

Di tengah tugas-tugas saya sebagai Manajer Produksi Tribun Pontianak, sebuah surat Kabar terbesar di Kalbar, adalah hal luar biasa untuk menulis komentar sepanjang dan beragam seperti yang ditudingkan HAT HATI itu!

Apalagi dengan menggunakan nama-nama yang meminjam istilah rekan Irmanov 73, kayak daftar nama di produk susu. Sungguh itu adalah pekerjaan sia-sia dan tidak penting. Lebih penting tugas saya sehari-hari!

Merancang bagaimana berita dan desain tata wajah di tiap halaman. Menyajikan berita-berita apa yang menjadi perhatian publik dan menyangkut kepentingan orang banyak di Kalbar, bahkan bangsa ini. Tidak sekadar itu, tapi juga bagaimana desain itu mampu memenangkan kompetisi ketatnya bisnis surat kabar.

Apalagi seluruh desain itu, dibatasi deadline. Dan proses berpikir kreatif itu terjadi setiap hari! Untuk itulah, guna merenggangkan kepenatan di tengah-tengah adrenalin dikejar deadline, saya memilih bersepeda dan berburu klitikan. Syukur, sejak kenal sepeda antik, saya pernah memiliki Raleigh Dames, BSA Gent, dan terakhir NSU.

Berkumpul bersama rekan-rekan di Sepeda Onte Kalimantan Barat (SEPOK), kemudian menjadi hiburan yang mampu melepaskan penat di belakang meja redaksi. Jadi, saya tidak perlu bersumpah untuk menyakinkan rekan HATI HATI, bahwa saya memang tidak pernah membuat komentar-komentar tersebut.

Hal ini juga penting, karena dari nama-nama yang disebutkan di atas, tidak ada satu pun yang memiliki alamat blog atau website yang bisa dikunjungi. Termasuk rekan HATI HATI yang juga tidak jelas identitasnya itu!

Kepada ADMIN WARA WIRI, saya berharap dicarikan solusi bagaimana caranya agar tudingan serupa tidak terjadi dikemudian hari. Sebab bukan mencari solusi malah melahirkan perasaan yang sungguh bagi saya tidak nyaman. Seperti tidak melakukan apa-apa, namun dituding melakukan apa-apa!

Berikut saya sajikan beberapa komentar di WARA WIRI dalam topik KOSTI pasca KSI. Inilah nama-nama berikut komentar yang oleh HATI HATI ditengarai dibuat oleh orang yang sama. Di bawahnya, ada juga pesan ADMIN dan rekan onthelis lain yang menanggapi.

agung priono (posting, Juli 27, 2010 pada 2:48 pm)

Kosti kurang koordinasi
Lebih baik intropeksi
Perkuat Persaudaraan
Rangkul teman seperjuangan
mari bergandeng tangan memajukan sepeda di Indonesia
sepeda tetap sepeda tidak ada yang merasa exlusif
perbedaan pendapat biasa tapi jangan menzalimi rekan seperjuangan. HIDUP KOSTI.

meizi fahrizal (posting Juli 27, 2010 pada 2:35 pm)

Sampurasun
salut untuk ketegasan kosti pusat
saran:
1. Bagi yang terlibat dalam ksi baik panitia maupun peserta lebih baik dikeluarkan dengan hormat dari kosti
karena mereka tidak menghormati surat edaran yang dikeluarkan kosti bahwa kosti tidak dibawah ksi hanya bersifat koordinasi, berarti yang menjadi panitia dan peserta kongres KSI telah menghianati kosti.

2. Segera keluarkan surat keputusan baru yang menegaskan kalau seluruh panitia dan peserta yang berasal dari unsur kosti yang mengikuti kongres ksi telah menghianati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kosti sehingga mereka harus memilih kosti atau ksi.
Hatur nuhun

ananta prawiro (posting, Juli 27, 2010 pada 3:12 pm)

Ada sedkit sentimen yang menjurus kepada seorang sahabat kosti di dpp dari surat keputusan diatas, mohon ditinjau kembali surat tersebut yang namanya sebuah surat keputusan berkisar pada penjelasan lebih lanjut mengenai ad/art dan bersifat operasional., yang menjadi dasar hukum dalam berorganisasi adalah ad/art, untuk itu surat keputusan tersebut lucu. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kalau memang mau merubah ad/art di kongres buat aturan main yang mengatur tidak boleh rangkap jabatan dsb. SK diatas merupakan pembelajaran bagi kita semua untuk berhati-hari mengeluarkan SK sehingga dapat sinkron dengan ad/art.

Angga (posting, Juli 27, 2010 pada 3:19 pm)

Nyok kite ngonthel nyok kite ngonthel
Nyok onthel jangan dipolitisasi
Nyok pengurus jangan sentimen pribadi
Nyok kite bergandeng tangan
Nyok majuin KOSTI

Andhita Wardana (posting, Juli 27, 2010 pada 3:28 pm)

Lebih baik kosti memikirkan bagaimana pertanggung jawaban kongres kosti pada bulan februari mendatang trus mikirin bagaimana kedepannya kosti.
Ini pada ribut ngurus KSI bukankah masalah rangkap jabatan belum diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga? ya sudah begitu saja kok repot!
Berarti belum ada aturan mainnya, kalau independen iya didalam anggaran dasar ada menyebutkan bahwa kosti organisasi yang independen kalau rangkap jabatan tidak ada.
Berarti tidak usah diperdebatkan DPP harus menganalisa lebih jauh sebelum mengeluarkan surat keputusan. Mari kita membangun kosti tidak ada yang perlu mengundurkan diri atau diberhentikan.
Buat rekan-rekan kosti di seluruh Indonesia ayo kita bangun kosti lupakan surat keputusan diatas yang pada akhirnya hanya merobek-robek silaturahmi para onthelis.
SK ini memiliki efek yang luas bagi rekan-rekan DPP coba lebih arif dan bijaksana jangan emosional dan bersuujan sesama teman di kosti.

H. Didik Mulyadi (posting, Juli 27, 2010 pada 3:42 pm)

Persaudaraan adalah yang utama, silaturahmi dan ukhuwah adalah wajib hukumnya.
Kalau DPP hanya mengeluarkan SK dan memberi dampak yang memecah belah para onthelis ngapain SK tsb harus dikeluarkan hanya DEMI ego sesaat dan emosional pribadi sehingga akhirnya menghancurkan KOSTI.
Sudah jelas SK diatas adalah biang kerok kehancuran, para yang terhormat pengurus DPP KOSTI bacalah bacalah bacalah n pahami anggaran dasar anggaran rumah tangga bukankah saudara-saudara sendiri terlibat dalam proses pembuatannya.
INDEPENDEN KOSTI wajib hukumnya!
Larangan RANGKAP JABATAN belum diatur.
jadi untuk saat ini seluruh pengurus KOSTI bebas untuk berorganisasi apapun apalagi yang berbau sepeda (pit pancal) ini yang harus dipahami jangan sampai SK diatas menjerumuskan kita semua dalam sebuah lembah perpecahan dan kehancuran.

ADMIN (posting Juli 27, 2010 pada 4:25 pm)

Mohon maaf bagi rekan - rekan Onthelis..silahkan saja mengeluarkan unek - unek, saran dan kritiknya tetapi diharapkan untuk mematuhi kode etik dengan tidak menggunakan nama yang berbeda-beda seakan-akan komentar tersebut dari orang lain.
Jadikan WIWINAKED Blog yang sehat, Independen dan Terpercaya..
Terima kasih

gilaontel (Juli 28, 2010 pada 12:08 am)

Adalah Ironis ketika nilai-nilai tanpa pamrih dan pretensi tentang kecintaan kita terhadap sepeda dikalahkan petak-petak organisasi dengan atau atas nama klaim apapun..tidak ada yang lebih indah dan bermanfaat juga mungkin bermartabat kecuali mengedepankan persaudaraan dan kebersamaan...mari kita ngontel dengan ikhlas!!

HATI-HATI....(komentar sudah dihapus di Wara-Wiri)

Kira-kira isinya begini: Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, dan Gila Onthel, Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang.
Dewasalah!

irmanov73 (posting, Juli 28, 2010 pada 4:36 pm)

salam onthel
hahahaha.dari nama sebanyak itu berasal dari IP/orang sama..?
Agung priono, Meizi Fahrizal, Suhrowardi, Imam Soeparjo, Ananta Prawiro, Angga, Andhita Wardana, H.Didik Mulyadi, Gila Onthel. Ternyata berasal dari IP Adress yang Sama, dan (Mungkin) berasal dari komment satu orang.
gak kurang itu nama.hahahaha kayak daftar nama di produk susu..hahahaha

Mas Win Cibubur (posting, Juli 28, 2010 pada 5:27 pm)

Bagus dech klo dr IP yg sama, jd kan ketauan orangnya itu -itu aja yg coment..! Yang penting Ngonthel Bro biar badan jd sehat...

Sekian dan terimakasih!

Selasa, 20 Juli 2010

Rudge Juragan Beras


Tiga hari lalu, saya sedang menikmati secangkir kopi di sebuah kedai kopi di Jl Martadinata, Pontianak. Sambil menunggu siang, saya menyimak orang dan kendaraan lalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing.

Tanpa sengaja, mata saya menyapu sosok sepeda di seberang jalan. Sepeda itu teronggok tidak berdaya, bahkan terkesan tidak diurus, di sebuah toko beras. Saya sudah sering ngopi di tempat saya ngopi saat ini. Termasuk kadang-kadang mencuri pandang ke arah orang yang keluar masuk toko tersebut.

Namun, baru kali ini mata saya menangkap ada sepeda di sana. Penasaran, saya pun mendekati toko tersebut. Setelah minta izin, saya masuk ke dalam gudang yang berada di sisi kiri toko itu. Selama ini, gudang itu memang cenderung tertutup rapat oleh rolling door.

Ada tiga unit sepeda di sana saling tindih. Dua sepeda dewas, satunya lagi sepeda anak-anak. Kondisinya sangat memprihatinkan. Semua batangnya sudah tetutup debu. Namun, dari jauh saya sudah menebak bahwa satu di antara sepeda itu adalah Rudge, sepeda buatan Inggris.

Saya tahu dari leher dan jepit udangnya. Ya...itu pasti Rudge! sebab saya sudah pernah melihat Rudge serupa meski yang dames. Anak-anak Sepeda Onte Kalimantan Barat (Sepok) juga ada dua orang yang punya Rudge type dames.

Di Pontianak, di kalangan generasi tua, mereka menyebut Rudge dengan sebutan sepeda Cap Tangan. Sebutan itu merujuk pada emblem Rudge yang berlogo telapak tangan.

Tapi, ini Ruge type Gent, saya belum pernah melihatnya. Saya makin terpana, karena meski tertutup debu namun catnya masih orisinil. Hanya butuh sedikit minyak dan lap basah, usap dengan lembut, pasti mengkilat lagi.

Yang bikin saya tambah kagum adalah detail aksesorisnya lumayan lengkap. Pelek, ketengkas, perseneling, lampu depan, bel, gir depan, emblem, lampu, setang, boncengan dan standar, hingga peneng masih orisinilan. Kalau pun ada yang tidak orinisil adalah sadel.

Satu unit sepeda lainnya, saya tidak bisa mengenalinya. Tidak ada tanda-tanda yang bisa saya jadikan acuan untuk menilainya. Saya sudah memeriksanya tiap bagian. Saya menduga, itu sepeda buatan China. Karena itu, saya tidak terlalu menghiraukannya.

Saya kemudian berbincang-bincang dengan penjaga toko yang ternyata adalah istri dari pemilik sepeda. "Maaf, sepeda Bapak tidak dijual. Ini sepeda bapak sejak masih jualan beras keliling sampai sekarang sudah punya toko sendiri," kata perempuan itu menyurutkan semangat saya untuk membelinya.

Saya hanya bisa mengurut dada. Ada barang indah nan menawan di depan mata namun tidak bisa memiliki. Hanya bisa memandang, mengenang, lewat gambar yang saya abadikan ini. Saya ambil foto ini menggunakan Nokia E63. Selamat menikmati dan selamat megurut dada juga...ha ha ha ha ha...kampreeeeet!

Senin, 19 Juli 2010

Tanjidor, Bertahan di Panggung Hiburan

PONTIANAK, TRIBUN - Pimpinan Grup Tanjidor, Setia Kawan, Ibrahim SPd, mengaku sempat jatuh bangun mempertahankan kesenian tradisional Tanjidor. Ia mengaku kesulitan mencari para pemain Tanjidor. Kalau diibaratkan mati sepuluh yang muncul hanya satu untuk kaderisasi.

"Setahun lalu pernah bubar. Saat itu, nama grupnya, Mustika. Kami bubar karena para pemainnya ada yang meninggal dan pindah. Sementara mencari penggantinya sulit sekali," kata Ibrahim kepada Tribun, Sabtu (3/7).

Kepala SDN 28 Pontianak ini menjelaskan karena terlanjur cinta, ia berupaya bangkit dan membentuk grup Tanjidor baru dengan nama Setia Kawan. Kali ini, ia memberikan sedikit sentuhan untuk menarik minat generasi muda.

"Kita masukan unsur-unsur eletronik. Istilahnya kita kolaborasikan. Antara alat-alat musik Tanjidor tradisional seperti saxophone, terompet, tambur senar, drum bass, dan terombon dengan eletrik seperti gitar melodi, gitar rhythm, dan bass," ujarnya.

Hasilnya, Arif, yang baru berumur 15 tahun ikut serta. Ia memegang gitar melodi. Maka, Tanjidor yang awalnya bernuansa tradisional, kini lebih modern. Sebab ada kreasi lain dengan memunculkan suara-suara dari gitar elektrik. Bahkan, kadang ditambah keyboard.

"Jadi, hampir semua lagu sekarang bisa kami bawakan. Dari mulai yang berirama gambus, sampai lagu-lagu pop. Dampaknya, Tanjidor, bisa dinikmati lebih luas oleh masyarakat," kata Ibrahim.

Ditemui di rumahnya di Jl Husein Hamzah Nomor 89 Pontianak Barat, Ibrahim berharap upaya para pegiat seni Tanjidor didukung oleh niat baik pemerintah untuk melestarikannya.

"Itulah. Di satu sisi pemerintah minta agar kesenian ini dilestarikan, namun pemerintah sendiri tidak ada perhatian sama sekali. Kalau pun saat ini masih bertahan, itu lebih karena kecintaan mereka yang bergabung dalam grup Tanjidor," imbuhnya.

Penuturan serupa diutarakan Pimpinan Tanjidor Tanjung Besiku, Muhammad M Saad Ahmat (62). Ia khawatir jika tidak ada campur tangan pemerintah untuk melestarikannya, Tanjidor tradisional bisa punah.

"Mungkin dalam kurun lima tahun mendatang sudah tidak ada lagi. Sekarang saja sulit cari pengganti para pemain yang rata-rata umurnya sudah menjejak senja. Sudah 50 tahunan," kata M Saad.

Padahal, lanjutnya, Tanjidor di daerah lain terus berkembang karena besarnya perhatian pemerintah setempat.

"Sudah beberapa kali pergantian wali kota, tidak ada perhatian sama sekali. Padahal, kami sudah beberapa kali mewakili Kota Pontianak mengikuti pageralan dan perlombaan dan selalu keluar sebagai yang terbaik," ujarnya.

Pegiat seni yang tinggal di Kampung Dalam Bugis, Jl Tritura Nomor 7 Pontianak Timur ini, menjelaskan syukur ia masih bisa bertahan. Semua berkat dukungan teman-temannya yang masih perduli.

Di antara mereka, ada yang menunjukkan kepedulian dan kecintaannya kepada Tanjidor dengan membelikan alat-alat Tanjidor yang dibutuhkan. Termasuk seragam tradisionalnya. Sebab, alat- alat Tanjidor warisan kakek dan ayahnya sudah berumur.

"Datuk saya sudah main Tanjidor sejak 1935. Alat-alatnya diwariskan ke Bapak, Ahmad Abubakar, dengan nama Grup Tanjidor, Sukaraja. Bapak mewariskannya ke saya," kenang M Saad.

Sebagai seniman Tanjidor, ia mengaku Tanjidor sudah mendarah daging. Dorongan akan kecintaan kepada seni tradisional itulah yang membuatnya berupaya keras mempertahankan kesenian itu.

"Cukuplah untuk makan sehari-hari. Dalam sepekan, biasanya sampai lima kali mentas. Untuk hajatan biasanya Rp 600-700 ribu. Khusus untuk pekan olahraga pelajar 24 Juli ini Rp 1,5 juta," ujarnya.

Terpanggil
Tidak banyak generasi muda yang mau berkecimpung di Tanjidor. Namun tidak bagi Arif (15). Remaja yang baru lulus dari SMPN 9 Pontianak ini justru merasa terpanggil melestarikan kesenian tradisional Tanjidor, Mustika, yang sudah dirintis ayahnya, Ibrahim (53).

"Saya sudah ikut-ikutan Bapak main sejak sebelum SD," kata Arif kepada Tribun, Sabtu (3/7).
Ditemui di rumahnya, Arif yang biasa disapa Lulu ini menuturkan pada umur 13 tahun, baru menyadari kalau Tanjidor itu musik yang bagus. Ia pun tertarik mendalaminya.

Kehadiran Lulu di Grup Mustika memberikan warna baru. Kebetulan, Tanjidor yang dikelola ayahnya merupakan Tanjidor kreasi. Di mana, mengkolaborasikan alat-alat tradisional dengan yang modern. Arif memainkan gitar melodi.

"Saya belajar gitar melodi dari teman. Hanya sedikit-sedikit. Lama kelamaan, saya jadi lancar," ujar Lulu yang punya Grup Nasyid, The Fulltime ini.

Lulu yang mengincar kursi di SMAN 4 Pontianak ini, mengaku tidak pernah malu saat tampil memainkan Tanjidor. Bahkan, ketika pada suatu pementasan disaksikan teman-teman SMP-nya.

"Saya sama sekali tidak malu. Saya bangga bisa main Tanjidor. Teman-teman juga banyak yang bilang bagus," ujarnya.

Ia berharap akan semakin banyak anak-anak muda yang terlibat aktif dalam Tanjidor. Dengan begitu Tanjidor akan lestari dan tidak lekang di telan zaman.

Selain Arif, di grup Tanjidor lainnya, Tanjidor Tanjung Besiku, ada nama Muhammad Alkasa. Usianya baru menginjak 14 tahun. Namun, cucu dari Muhammad M Saad Ahmad ini, sudah piawai memainkan kendang drum.

"Dari 10 anak-anak yang masih kerabat yang saya kumpukan untuk melanjutkan Tanjidor, hanya tiga yang masih bertahan. Satu di antaranya adalah Alkasa. Saya sangat berharap, ia yang akan mewariskan kesenian ini," kata M Saad.

Dewan Kesenian
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, Ir Utin Khadijah, mengakui pembinaan terhadap kesenian tradisional di Kota Pontianak menemui sedikit kendala. Kendala itu disebabkan Dewan Kesenian Kota Pontianak yang selama ini menjadi lokomotif pembinaan kesenian tradisional fakum untuk beberapa waktu.

"Kefakuman itu karena adanya peleburan perangkat SKPD. Dahulu, bidang kesenian masuk di Dinas Pendidikan Nasional. Sekarang berada dalam tanggungjawab Dinas Kebudayaan dan Pariwisata," kata Utin Khadijah kepada Tribun, Sabtu (3/7).

Sehingga Ketua Dewan Kesenian Kota Pontianak, Dra Herawati, saat ini berada di lingkungan Dinas Pendidikan. Sementara, seharusnya Dewan Kesenian bernaung di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. "Dalam waktu dekat, saya akan berkoordinasi dengan Ibu Hera untuk membicarakan hal ini," ujarnya.

Utin menjelaskan pihaknya sudah bertemu dan berbicara langsung dengan anggota DPR yang membidangi pariwisata belum lama ini.

"Hasilnya kami akan menghidupkan kembali Dewan Kesenian. Tapi, kepengurusan yang lama akan dibubarkan dahulu, baru kemudian dibentuk pengurus yang baru. Setelah itu, disusun program kerja. Baru kami akan audiensi ke Wali Kota Pontianak. Baru kemudian ke provinsi. Yang jelas semuanya harus sesuai dengan aturan main," paparnya.

Dewan Kesenian, menurutnya, selama ini dibagi menjadi empat komite. Komite 1 (Seni tari), Komite II (Seni Musik), Komite III (Seni Lukis), dan Komite IV (seni Suara). Untuk pembinaan alat musik kesenian tradisional seperti Hadrah, Tanjidor, dan sebagainya masuk dalam komite II.

"Kita akan libatkan mereka yang selama ini berkecimpung di musik tradisional, termasuk Tanjidor dalam kepengurusan Dewan Kesenian. Sebab selama ini mereka yang lebih memahami apa yang paling mereka butuhkan untuk pengembangan Tanjidor," ujarnya.

Utin membantah jika selama ini Pemkot Pontianak tutup mata atau tidak perduli dengan upaya pelestarian Tanjidor. "Kita cukup sering melibatkan mereka dalam berbaggai kegiatan Pemkot Pontianak. Nanti, setelah Dewan Kesenian ini terbentuk, program-program pembinaan itu akan lebih tepat sasaran," katanya.

Ia menegaskan seni musik modern boleh-boleh saja berkembang, namun musik dan kesenian tradisional tidak boleh dilupakan. Sebab, menjadi identitas dan aset budaya daerah. (hsm/*)

Minggu, 18 Juli 2010

Usung Hari Bersepeda Nasional


* Dari Kongres Sepeda Indonesia
JAKARTA - Kongres Sepeda Indonesia (KSI) yang diikuti puluhan ribu peserta akhirnya rampung digelar, Minggu (18/7). Beberapa usulan pun dibuat untuk mendukung upaya memasyarakatkan sepeda.

Satu di antaranya adalah usul 17 Juli sebagai Hari Bersepeda Nasional. "Di hari itu setiap orang bersepeda atau berjalan kaki," ujar Ketua Umum Komite Sepeda Indonesia, Syahrul Effendi.

KSI juga berusaha untuk memperjuangkan jalur sepeda yang membuat pengguna sepeda aman dan nyaman saat menaiki alat transportasi tanpa polusi tersebut. "Kita akan memperjuangkan hak bersepeda yang aman dan nyaman. Untuk DKI sendiri Gubernur sudah mempertimbangkan untuk mengkaji ulang adanya jalur khusus sepeda," tambahnya.

Pagelaran KSI sendiri ternyata masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kongres sepeda pertama dan terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia maupun di dunia.

"Kita bangga karena sambutan yang sangat luas dari masyarakat bahkan kita masuk rekor dunia untuk Kongres Bersepeda," tambah pria yang saat ini masih menjabat sebagai Walikota Jakarta Selatan ini.

Dalam kongres yang dihadiri lebih dari 50 ribu orang tersebut, selain mengangkat Syahrul Effendi sebagai ketua umum, juga mengangkat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjadi Ketua Dewan Pembina Komite Sepeda Indonesia dan Pangdam Kodam 12 Tanjung Pura TNI Mayjen TNI Muldoko sebagai Ketua Dewan Penasihat. Sebelumnya, Katon Bagaskara didaulat menjadi Duta Sepeda Indonesia.

"Saya juga nanti harus membuat pengurus pusat dan pengurus di masing-masing wilayah di seluruh Indoesia sebagai bentuk organisasi yang solid dan besar," tegasnya.

KSI juga diwarnai konvoi 50 ribu sepeda. hasilnya, konvoi memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain itu acara ini juga mencatat rekor MURI untuk konvoi yang diikuti komunitas sepeda terbanyak. Ada 200 komunitas sepeda dari seluruh Indonesia yang mengikuti konvoi ini.

"Yang ambil formulir ada 50 ribu, datang dari seluruh Indonesia. Saya berharap tanggal 17 Juli bisa dijadikan hari bersepeda. Yang ikut dari Aceh sampe Merauke," ujar Syahrul Effendy.

Pendiri MURI, Jaya Suprana, pun menyerahkan piagam pemecahan rekor konvoi sepeda terbanyak pada Syahrul. Setelah itu, para penggowes pun langsung melaju dari Parkir Timur Senayan.

Rutenya Jl Sudirman, Bunderan HI, Jl Thamrin, Jl Gajah Mada, hingga Kota Tua Jakarta. Pantauan detikcom berbagai jenis sepeda tampak dalam acara ini. Mulai sepeda onthel, fixie bike, sepeda lipat, low rider, mountain bike dan lainnya.(dtc)

Meneladani Kearifan Gus Dur via Kang Sobary


PONTIANAK, TRIBUN - Lugas, ceplas-ceplos, dan penuh warna. Itulah refresentasi dari sikap Mohamad Sobary dalam bedah buku Jejak Guru Bangsa: Mewarisi Kearifan Gus Dur, di Pendopo Rumah Dinas Wakil Walikota Pontianak, Sabtu (17/7).

"Saya tidak menjual popularitas Gus Dur (KH Abdruahman Wahid. Red). Tapi, saya terpanggil menulis buku ini setelah ada begitu banyak buku tentang Gus Dur yang lahir dari penilaian penulisnya. Saya membayangkan berjalan di belakang Gus Dur. Mencatat apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Inilah "kitab" tentang Gus Dur menurut Gus Dur," papar Mohammad Sobary yang mengaku hanya butuh waktu sepekan untuk menyelesaikan bukunya.

Pria yang akrab disapa Kang Sobary juga memaparkan bagaimana Gus Dur memelihara humor untuk menandai kearifan hidup. "Gus Dur pernah berseloroh tentang penyakit matanya. Untung sakit, jadi tidak bisa melihat gambar-gambar porno," ujar Kang Sobary disambut riuh peserta bedah buku yang berasal dari berbagai etnis, organisasi, dan lintas agama.

Sobary juga memaparkan bagaimana Gus Dur sebagai remaja awal yang baru tumbuh. Kekecewaan terhadap kematian ayahnya, menjadikan Gus Dur si luka hati yang suka rebellious dan tidak perduli menabrak batas-batas yang wajar. Sebuah kenakalan yang justru membuat Gus Dur istimewa.

"Ia menolak bersekolah karena hanya sekolah mengajarkannya tentang tata buku dan manajemen. Untuk apa belajar tatabuku. Toh, selama ini tanpa belajar manajemen pun pesantren mampu bertahan dalam usia ratusan tahun," katanya.

Untuk itu, Gus Dur kemudian memilih bacaan lain yang lebih menyita perhatiannya. Ketika teman seusianya belajar tentang kitab, ia menyendiri di pojok ruangan. Ia menyimak buku-buku Karl Max tentang perjuangan kelas dan novel The Old Man and The Sea.

"Ada yang menghampirinya. Man, kamu baca apa. Gus Dur menjawab, hadist. Kok hadist bahasa Inggris? Gus Dur menjawab singkat. Ini hadist Amerika," papar Sobary kembali memecah tawa.

Gus Dur lalu menjelaskan kepada rekannya yang bertanya itu, tentang pelajaran yang bisa dipetik dari novel yang dibacanya. Bahwa novel itu juga berisi tentang bagaimana Nelayan Tua menghargai pembantunya, menghormati tetangganya.

Di kesempatan lain, Gus Dur dari Krapyak, membawa buku-buku berbahasa Inggris karya Karl Max dan pemikiran-pemikiran kiri lainnya ke tempat Kiyai Khudori. Sang kiyai nyentrik ini sangat memahami Gus Dur. Ia menyiapkan rak agar buku-buku Gus Dur bisa tersimpan rapi.

Dalam perjalanannya, kepribadian dan sikap Gus Dur kemudian ikut terwarnai oleh Kiayai Khudori. "Kiyai Khudori adalah kiyai yang berani membela dan melindungi mereka yang dianggap sebagai PKI. Kepedulian terhadap kaum minoritas ini selanjutnya turut mewarnai Gus Dur," ujar Sobary.

Namun, dari sekian banyak nilai tentang Gus Dur, Sobary hanya menyebut dua sifat yang merupakan kata kunci untuk representasi Gus Dur. Kata itu adalah, ikhlas, berani, dan Adil. "Dalam tataran pribadi, Gus Dur itu tulus. Kalau pun ia menabrak norma, ia menabraknya dengan tulus," seloroh Kang Sobary disambut gelak tawa.

Berani adalah kata kunci berikutnya. Sobary mencontohkan saat Arswendo ditangkap karena tulisannya di Majalah Monitor, Gus Dur tampil paling depan membela Arswendo. Saat itu tidak ada satupun yang berani melawan tirani Orde Baru. Saat itulah, orang kemudian baru tahu, kalau Gus Dur adalah aset bangsa.

"Ia berani memperjuangkan apa yang diyakininya. Ia pembebas dari segenap keterbelengguan. Demokrasi terbelenggu. Media terbungkam. Minoritas tertindas. Gus Dur membebaskannya. Meski begitu, tidak perlu ada pengkultusan terhadap Gus Dur," papar Sobary.

Karena sepak terjangnya itu, Nahdlatul Ulama (NU) kemudian menjadi besar. Bahkan organisasi sebesar Muhamadiyah seperti tenggelam. Dalam bukunya, Sobary memasukan beberapa dimensi penting. Di antaranya tentang pendidikan dalam arti luas, wawasan kebangsaan, kebudayaan dan toleransi keagamaan, perlindungan kaum minoritas, dan sikap dan idealisme politik.

Buku Jejak Guru Bangsa: Mewarisi Kearifan Gus Dur, memiliki tebal 179 halaman, diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI Jakarta, 2010. Buku bisa diperoleh di Toko Buku Gramedia. Bedah buku sendiri diselenggarakan Nahdatul Ulama (NU) PC Kubu Raya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor PC Kota Pontianak dan Center for Research and Inter-religious Dialogue (CRID).

Direktur CRID, Paulus Florus, menyebut kegiatan ini lahir dari diskusi ke diskusi yang digelar (CRID). "Nilai-nilai yang dikembangkan Gus Dur misalnya tentang demokrasi, perlindungan kaum minoritas, kami nilai menyentuh kondisi masyarakat Kalbar. Ke depan, kita akan terus sosialiasikan kearifan Gus Dur melalui dialog-dialog," kata Florus.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, Achmad Zaim, mengatakan dalam konteks Kalbar, pemikiran Gus Dur sangat relevan. Apalagi, kita baru saja menggelar Pilkada di beberapa kabupaten.

Ia mengajarkan etika dalam politik. Siap menerima kekalahan jika kemenangan yang diraih tidak melanggar aturan. Kalau melanggar proses hukum, Tapi, tanpa hasutan, saling benci, dan beritikad baik saling menghargai.

Praktik demokratisasi kemudian melahirkan pergeseran. Semua orang memiliki kesempatan sama, termasuk kaum minoritas. Merupakan sunatullah kita diciptakan berbeda. Etnis, agama, dan golongan. "Kalbar yang rawan konflik mestinya mengadopsi warisan Gus Dur, tulus, adil, berani, dan ikhlas," ujar Achmad Zaim.

Sementara Tokoh Tionghoa Kalbar, XF Asali, mengenal Gus Dur sebagai sosok yang lahir melebihi zamannya. Oleh karena itu pemikirannya kadang tidak bisa diterima orang banyak dan menjadi kontroversi. Ia sering melawan arus dan mendobrak norma kewajaran.

"Ia membela kaum minoritas dan membebaskan segala yang terbelenggu. Ia muncul dan mengaku ke publik memiliki garis keturunan Tionghoa bermarga Tan ketika warga Tionghoa sendiri malu mengakui identitasnya sebagai Tionghoa," ujarnya. (hsm)