Rabu, 28 Desember 2011

Motor Rongsokan Rp 710 Juta


Jika dilihat sekilas, motor ini seperti barang rongsokan. Tapi, siapa sangka motor yang sudah berkarat tersebut punya nilai 50 ribu pounds atau sekitar Rp 710 juta jika dilelang.

Motor baheula itu adalah Indian Camelback produksi 1906 atau salah satu motor mesin pertama yang pernah dibuatn. Tak heran motor ini menjadi buruan para kolektor kelas kakap.

Motor tersebut langka lantaran hanya diproduksi 1.698. Karena kondisinya yang masih asli, motor ini pun bisa dihargai 50 ribu pound.

Motor ini memiliki silinder tunggal dengan kecepatan maksimum 30 mph atau 50 kilometer per jam. Para kolektor mengincar motor tersebut bukan karena kecepatannya, melainkan lantaran karena antik.

Motor itu dimiliki keluarga du Pont yang membelinya dari Indian Motorcycle Manufacturing Company. Motor tersebut terakhir kali melintas di jalan raya pada 1970-an.

Siapa pun yang membeli mesin antik ini kemungkinan harus mengeluarkan sedikit upaya agar motor tersebut bisa menyala. Namun, upaya restorasi motor ini diperkirakan bisa mengurangi nilainya.

Indian Camelback merupakan seteru kental Harley Davidson. Akan tetapi, perusahaan yang membuat Indian Camelback, Indian Motorcycle Manufacturing Company, bangkrut pada 1953.

Motor ini memiliki sistem pengereman yang unik. Untuk menyetop motor tersebut, dibutuhkan sepatu dengan paku di bawahnya.

Motor tersebut bakal dilelang di Bonhams di Las Vegas, Amerika Serikat, pada 12 Januari 2012. "Motor ini banyak diminati karena kondisinya. Upaya untuk memoles motor ini justru akan menurunkan nilai jualnya," kaya Ben Walker dari Bonham. (disadur dari tempo.co)

Selasa, 13 Desember 2011

Durkopp Diana Bangkit dari Kubur


Sebelum pulang kerja, saya iseng-iseng searching tentang informasi motor antik. Saat tanya Mesin Paman Google, ternyata ketemulah blog milik rekan-rekan KISS Manado, http://kissmanado.blogspot.com.

Saya tertarik dengan informasi yang dibeberkan mengenai proses pencarian Durkopp Diana 1957 berkapasitas 200 Cc. Apalagi jenis motor Jerman yang satu ini, juga tergolong langka. Sulit sekali mencari referensinya di Tanah Air.

Sementara bagi pecinta scooter, keindahan dan keelokan Diana luar biasa. Untuk itulah, saya jadi ingin menyebarkan informasi tentang Durkopp Diana lewat Gilaontel.

Info adanya motor tua buatan jerman telah tercium oleh Bro Naryo sejak tahun 2000. Saat itu kondisinya 100 persen baik. Sayang, motor antik tersebut tidak akan dijual pemiliknya.

Bro Naryo, seperti juga para pemburu sepeda motor tua, punya sifat pantang menyerah. Ia pun kembali pada 9 desember 2008. Ia ditemani assistenya, Arthur. Mereka terkejut karena Durkopp Diana, sudah dalam kondisi sangat memprihatinkan.

Diana di letakkan di dekat sumur yang sudah berlumut. Hanya ditutupi selembar seng. Diana diapit oleh tumpukan batu bata merah yang juga dipenuhi lumut. Boks kiri dan kanan sudah terlepas. Bahkan, beberapa bagian boks sudah keropos dan berlubang.

Lampu yang yang bulat cantik juga terlepas. Begitu juga dengan setang. Jok juga hanya menyisakan plat saja sedangkan busanya habis di makan hujan dan panas. Namun, mesinnya masih terlihat utuh. Begitu juga dengan tebeng kiri dan kanannya yang masih terlihat gagah.

Ternyata sang pemilik belum menyadari untuk merawat motor berharganya itu. Hampir saja, Durkopp Diana jadi abrang kiloan karena kondisinya sudah karatan semua. Ada beberapa bagian yang sudah hilang karena telah diambil pengepul besi tua.

Misalnya, penutup klakson, jok depan, pelek depan dan belakang. Sedangkan stang stir sebelah kanan dibuat gagang pisau dapur. Sementara sekitar 90 persen onderdil dan penampilannya masih lengkap.

Menurut pemiliknya, Durkopp Diana ini hadiah dari seorang pastor kepada assistennya. Pastor itu memberinya dua sepeda motor Jerman. Masing-masing Durkopp Diana Tahun 1957 dan sepeda Solex 1963.

Kini, di tangan dingin dan kreatif Cak Naryo di Wonasa Kapleng, Manado, Si Seksi Durkopp Diana, sudah bangkit dari kubur. Kondisinya sangat layak lihat dan layak jalan. Siapa pun yang memandang, pasti tak menyangka jika Diana sudah nyaris hilang tinggal nama. (haysim ashari)

Sabtu, 10 Desember 2011

Berawal dari Rangka Gosong


* Lady Biker BSA 250

Di Pontianak, Kalimantan Barat, motor antik tidak hanya memikat kaum lelaki. Bahkan, seorang remaja putri, Uly (19), sudah kepincut dengan pesona produk-produk keluaran Inggris. Ia pun melirik Birmingham Small Arm (BSA) C15.

Mahasiswi Jurusan Komputerisasi Akutansi di Bina Sarana Informatika (BSI) Pontianak, ini mengaku bangga menjadi lady biker. Pasalnya, untuk cewek seusianya, jarang sekali yang punya motor antik.

"Awalnya saya tertarik motor antik karena tertular akan hobi Abang saya. Ia suka membangun dan mengkoleksi motor-motor antik," kata Uly kepada Tribun Pontianak, Selasa (6/12/2011).

Ia menceritakan butuh waktu setahun untuk membangun BSA 250 cc tersebut. Di awali dari sebuah rangka. Meski lengkap, namun rangka dalam keadaan gosong.

"Yang bangun motor ini dari rangka sampai menjelma utuh BSA, Abang saya. Ia jago dalam hal membangun motor antik. Saya sih hanya hunting sparepart-nya," ujarnya.

Menurut Uly, jika membangun motor dari rongsokan, kita akan lebih tahu karakter motor. Dengan demikian akan sangat sejiwa saat mengendarainya. Sebab butuh kesabaran menunggu sampai motor impian benar-benar terwujud.

Tidak hanya itu, karena tahu sejak awal, maka akan memudahkan jika dikemudian hari ditemukan kerusakan atau masalah seputar pengapian dan sebagainya. Berbeda jika membeli motor dalam keadaan siap pakai.

Soal rangka, Uly menjelaskan seluruhnya dalam keadaan gosong seperti habis terbakar.

"Mungkin motor itu yang punya rumahnya mendapat musibah kebakaran, yang di dalam garasinya terdapat motor itu," ujarnya.

Dia menjelaskan, motor ini enak diajak lari, alias ngebut. Karena motor ini memiliki stroke atau langkah yang pendek, jadi untuk mencapai akselerasi lebih cepat, ketimbang varian BSA lainnya, yang memiliki stroke lebih panjang.

Namun, menurutnya kekurangan motor ini masih menggunakan sistem pengapian platina. "Dan platinanya berada di luar dengan tutup yang saya rasa belum sempurna. Bila hujan, si platina sering terkena air, jadi motor suka mogok," kenang Uly.

Uly menjatuhkan pilihan ke BSA C15 karena ukurannya yang lebih kecil. Cocok untuk dirinya ketimbang varian motor BSA lainnya seperti B31 atau M20. Itu alasan kenapa akhirnya ia membangun C15.

Ia menjelaskan setelah di restorasi pada 2005 sampai sekarang, belum ada kerusakan yang berarti.

"Rewel sih enggak. Perawatannya mesti rutin ganti oli supaya semua logam yang bekerja di dalam mesin terlumasi," ucapnya.

BSA C15 miliknya itu sudah sering dibawanya touring. "Motor itu udah saya pakai jalan-jalan ke Sintang, Tanah Itam, Sambas, dan kota-kota lainnya di Kalimantan Barat," ucapnya bangga. (mirna)

Spesifikasi

Merk: BSA (Birmingham Small Arm)
Produksi: Tahun 1959
Type/seri: C15
Kapasitas: 250cc
Tipe Mesin: Monoblok
Cylinder (satu): OHV
Velg: 17 inchi
Knalpot: Freeflow

Sabtu, 03 Desember 2011

Tak Sabar Geber AJS Chopper


Butuh lima bulan bagi Yuswardhi, motorist antik Pontianak, Kalbar ini, membangun motor idamannya. Adalah mesin Albert John Steven (AJS) berkapasitas 350 cc yang jadi pilihan. Namun, ia mengesampingkan tampilan classic yang biasa dipertahankan pecinta motor Inggris.

Yus, begitu ia disapa, ingin memuaskan hasratnya dengan membangun motor chopper. Maka mulailah dilakukan selain membenahi mesin biar sehat, juga membangun rangka yang diinginkan. Rupanya, tahapan itu membutuhkan kesabaran dan biaya yang lumayan besar.

Tidak kurang, sekitar Rp 20 juta ia gelontorkan agar AJS bisa menjajal aspal. "Ketika membangunnya, saya tidak sabar untuk segera menggebernya. Ingin cepat-cepat memakainya," kata Yus kepada Tribun Pontianak di kediamannya, di kawasan Tani Makmur, Kamis (01/12/2011).

Pengerjaan yang hati-hati dan teliti dilakukan agar motor tidak hanya sekadar bisa ditunggangi. Ia paham betul, kuda besi Eropanya kelak harus memberikan rasa nyaman dan kepuasan ketika mengendalikannya.

"Motor chopper ini punya nilai plus bagi saya. Membuat saya lebih percaya diri ketika mengendarainya. Kalau naik motor ini, benar-benar naik motor rasanya," ujar Yus.

Ia menambahkan motor tersebut sengaja diubah menjadi chopper agar tampilannya ekstrem. "Kiblat motor saya ke arah ekstrem. Saya suka dengan yang berbau ekstrem. Makanya, sayapun memilih mengubahnya menjadi chopper," ujar anggota Brotherhood Pontianak ini.

Ia pun memastikan rangka chopper yang dibangunnya bisa menopang performa kapasitas AJS yang besar. Sebab, AJS buatan 1952 ini, tidak nyaman dikendarai dengan kecepatan pelan. Biasanya, ia membawa AJS dengan kecepatan rata-rata 80 kilometer per jam.

"Motor ini sedikit berat. Kapasitas mesinnya cukup besar, 350 cc. Jika pelan-pelan akan terasa berat. Tapi jika dengan kecepatan lumayan tinggi, jadi enak dan nyaman dikendarai," imbuhnya.

Meski mengalami ubahan, namun Yus mempertahankan orisinalitas mesin AJS. Seperti layaknya motor Eropa, terutama Inggris, rem tetap di sebelah kanan dan gigi di sebelah kiri. Gerbox juga mempertahankan bawaan aslinya.

Hanya, sistem pengapian yang menjadi perhatian serius Yus. Sistem pengapian AJS bawaan, diubahnya dengan spul thunder magnet Mio. "Pengapiannya jauh lebih bagus, bandel," jelas Yus.

Sistem suspensi motor ini terletak pada jok. Ia tidak menggunakan shock belakang, sehingga sistem kerjanya mengandalkan per di bawah jok.


Motor ini hanya akan mampu menopang bobot seberat pemiliknya. Yaitu sekitar 85 kilogram. Jika lebih dari itu, menurut Yus, motornya tidak mampu berjalan atau tidak bisa dikendarai. Namun, AJS chopper itu sudah diajaknnya mengarungi hingga ke Riam Merasap.

Hobi memodifikasi motor antik, telah dilakukannya sejak Yus masih duduk di bangku SMA. Motor antik, menurutnya sangat unik dan berbeda dibandingkan motor lainnya.

Ia mengatakan lebih percaya diri naik motor antik ketimbang mengendarai kendaraan lainnya. Walaupun hobinya ini boleh dibilang lumayan menguras kocek, tapi istrinya tidak pernah protes.

Justru sang istri mendukung dengan hobinya yang satu ini. "Istri saya sudah mengerti akan hobi saya. Sejak pacaran sampai menjadi istri, dia sudah memaklumi hobi saya ini," ucapnya. (mirna)

Spesifikasi
Ban: Stronghold, 150/70-21 (depan) dan Trakmax , 150/70-17 (belakang)
Setang: Apehanger
Rangka: Custom
Shock depan: TS
Tangki depan: Custom
Tangki oil: Filter oil army
Spakbor belakang: Custom
Gir depan dan belakang: Custom
Mesin: 350 cc
Modifikator: Kiky, Bengkel Brotherhood, Jl Ayani Pontianak

Jumat, 02 Desember 2011

Vespa Klasik dan Pesona Pulau Dewata












Tanggal 25-27 November saya mengunjungi Bali. Saya diundang XL North Region untuk kegiatan Media Gathering. Ada sekitar 30 jurnalis yang diundang untuk melihat pencapaian XL dan pesona Pulau Dewata.

Selama di Bali, saya menginap di Hotel Spacio di Jl Dewi Sri, Kuta. Begitu tiba di halaman hotel, setelah dijemput di Bandara Ngurah Rai Bali, mata saya langsung tersedot oleh deretan motor butut di samping hotel.

Motor-motor butut itu di antaranya, Honda S 90, Vespa Spint, Honda GL 100, dan banyak lainnya. Karena penasaran, saya tidak lekas masuk hotel. Melainkan melihat dari dekat motor-motor era 70 an tersebut.


Ternyata tempat di mana motor-motor buruk rupa itu adalah sebuah bengkel. Namanya bengkel Island Vespa Classic Bali di Jl Dewi Sri Nomer 20 Kuta. Saya kaget begitu masuk ke show room bengkel yang digawangi Boman dan Rinto tersebut.

Di show room berukuran sekitar 4 meter x 8 meter tersebut, berjejer rapi berbagai jenis Vespa klasik. Entah berapa jumlahnya saya tidak tahu persis karena tidak menghitungnya. Yang jelas, kiri kanan show room penuh dengan Vespa yang seksi dan montok.

Sepenglihatan saya, mayoritas didominasi Sprint berbagai type, Super, Bajaj, dan Kongo. Motor- motor buatan Italia itu, dicustom klasik. Mempertahankan bentuk orisinalitas dengan berbagai warna cerah yang menarik.

Selebihnya, motor dipasangi berbagai aksesoris untuk mempercantik penampilan. Ada foot steep racing, spion bulat, guard spakboard depan belakang, juga guard bodi. Beberapa aksesoris itu, ada yang dibuat sendiri para mekanik, ada juga yang dibeli di agen-agen sparpat Vespa di Bali.

Tidak sekadar mempertahankan gaya klasik, sebuah Kongo warna hitam dop, dimodifikasi dengan dibuatkan zespan di sisi sebelah kiri. Zespan yang dikerjakan Boman itu, terlihat sangat rapi. Terutama bagian sambungan dan pengelasan. Cat juga sangat halus.

Sebuah lampu cantik dimodifikasi Boman di bagian roda Zespan. Sepintas, mengingatkan saya akan Zespan BSA M20 atau BMW R25.

Sambil kenikmati semangkuk bakso di depan bengkel, saya kemudian meminta izin kepada Boman dan Rinto mengambil gambar. "Semua motot di sini sudah laku terjual. Itu punya orang semua. Harganya rata-rata Rp 12 juta," kata Rinto.

Saya kaget karena di Pontianak harganya tidak setinggi itu, kecuali untuk Kongo. Yang membuat saya tambah kaget, rupanya Boman, mekanik yang punya tubuh gempal ini, pernah merambah Kalimantan Barat.

"Saya bekerja di Malaysia. Saat liburan, saya bersama teman pergi ke Sambas, Pontianak, dan Desa Jawa Tengah di Sungai Ambawang," ucap Boman tersenyum.

Ia kemudian memutuskan pergi ke Bali dan membuka bengkel Vespa bersama teman-temannya. Ia mengatakan, masih banyak Vespa klasik yang bisa dijumpai di Bali meski kondisinya kadang memprihatinkan.

Bersama teman-temannya yang lain, Boman menyulap Vespa yang sudah mulai ditinggalkan itu, layaknya baru keluar dari pabrikan di Italia. Bagus, mulus, terawat, tinggal geber. Wajar, karena di belakang show room, terdapat workshop cukup luas untuk mempermak Vespa karatan menjadi cantik nan menawan.

Bravo buat Boman, Rinto dan Island Vespa Classic Bali. Benar-benar scooterist sejati. Berharap bisa bertemu kembali di lain kesempatan. Thanks atas keramahtamahan kalian. (hasyim ashari)