Kamis, 14 Oktober 2010

Sudah Seperti Istri Pertama


Perkenalan saya dengan Kawasaki Binter Merzy atau biasa disebut KZ 200, terjadi pada 2002. Saat itu, saya melihat, Deri, teman sekantor saya di Pontianak Post, bagian ekspedisi, setiap kerja sesekali membawa motor ini. Ia punya dua motor. Dua-duanya Kawasaki. Yang pertama untuk harian Kawasaki Kaze yang satunya lagi motor ini.

Saat itu, saya masih penggemar Vespa. Saya pakai Sprint 1979 yang sudah dimodifikasi sport. Baik setang, jok, maupun knalpotnya sudah racing style. Tergiur mendengar suara mesinnya yang ngebas, saya pun menjual si Sprint untuk beli KZ 200.

Harga saat itu, deal Rp 1,8 juta. Sementara Sprint terjual Rp 2,7 juta. Sisa penjualan Sprint saya alokasikan untuk perbaikan kecil-kecilan si Merzy. Pertama tentu saja pengisi batere atau aki dan platina. Di selembar STNK yang sudah lusuh, tertulis buatan 1981.

Selanjutnya, bersama Merzy ada begitu banyak kenangan. Selama dua tahun, hingga 2004. Motor ini menemani tugas-tugas saya sebagai junalis. Mulai dari Singkawang, Mempawah, Pontianak, hingga ke daerah Landak.

Bahkan, rute Mempawah, Anjungan, sampai ke Karangan Kabupaten Landak, nyaris dijelajahi setiap akhir pekan. Beberapa kali saya menempuh perjalanan di malam hari menuju Singkawang dan Pontianak. Biasanya, pada perayaan tahun baru, libur panjang, dan hari libur nasional.

Foto ini diambil oleh Bang Jhony, PNS di Humas Pemkab Kabupaten Pontianak di Mempawah. Saat itu, hujan rintik-rintik dan saya baru turun dari bertemu H Abang Rusni Usha, Wakil Bupati Kabupaten Pontianak saat itu. Ia mendampingi Bupati Cornelius Kimha.

Sesaat setelah Bang Jhony mengabadikan gambar ini, saya meluncur ke Dinas Perhubungan Kabupaten Pontianak yang berjarak hanya sekitar sepuluh meter di depan Kantor Bupati. Saat itu, ada puluhan sopir opelet dari Siantan yang mendesak pencabuan trayek. Masalah trayek ini, menyebabkan kedua kubu yang berseteru, bentrok di Terminal Jungkat.

Untuk tenaga, Mercy lumayan nendang. Hanya memang, ada sejumlah kelemahan. Kelehaman paling kentara adalah koil yang sering jebol. Bahkan, koil Kijang pun yang saya pakai tidak mampu menampung cadangan setrum.

Hal itu, karena kiprok yang saya pakai sudah tidak orinisil lagi. Akibatnya, aki sering tekor. Ini sangat menyulitkan ketika harus menempuh perjalanan malam. Beberapa teman kemudian mengakalinya dengan punya Suzuki Shogun. Termasuk yang pakai Merzy CDI 1982-1984, mereka pakai CDI Shogun.

Di luar itu, yang sering bermasalah adalah cylinder head. Karena terlalu panas, pakin di cylinder head kerap bocor. Akibatnya, kompresi menjadi tidak maksimal. Oli menetes ke mana-mana. bagi yang tidak hati-hati, pada saat memasang kembali empat tongkat cylinder head, dratnya bisa aus dan ada juga yang sampai pecah.
Hal serupa juga kerap terjadi ketika menyetel kopling. Rumah stut kompling kerap gompal dan pecah karena salah menyetingnya. Tidak hanya itu, batu kick starter juga gampang sekali aus. Meski sudah berkali-kali spul digulung, batu kick starter kerap tidak berfungsi maksimal.

Namun, sejauh ini, saya sangat menikmati memakai Merzy. Terbukti karena saya juga akhirnya membeli Merzy Kobra 1984, CDI. Tulisan ini, didedikasikan untuk rider-rider Binter Merzy di manapun berada.

Bersama rekan-rekan di Pontianak, kami kemudian berhimpun di Black Jack, para pegila motor choopper di Kalbar. We Are Born to Ride..........!!