Sabtu, 13 Desember 2008

Surat Cinta Pembaca Cerdas

Sepekan terakhir, perasaan saya berkecamuk. Itu setelah seorang Pembaca Cerdas berinisial Bis, mampir ke blog saya. Kebetulan selain berkenalan, dia juga mengkritisi tulisan pendek saya tentang Tribun Pontianak yang jadi Trend Setter di Kalbar.

Kritik membangun itu dilontarkan di chatbox, yang noatebene hanya untuk pesan singkat. Jadi, kalau dibaca kurang efektif plus cape. Untuk memudahkan membacanya, sekaligus menjadi bahan diskusi agar lebih mengalir, saya berinisiatif menampilkan surat dari Pembaca Cerdas itu ke dalam naskah yang enak dibaca.


Saya sempat meminta Bis untuk menunjukkan alamat blognya, namun sepertinya, ia keberatan kalau jati dirinya ketahuan. He he he...Sebab, terus terang saya tergelitik juga untuk mencermati dan menanggapinya kritiknya tersebut.

Kalau kemudian, surat tersebut saya tanggapi, itu bukan untuk memojokkan koran tetangga. Hanya mungkin ini gerak replek jika dicolek. Dengan itikad baik dan berharap lahir diskusi cerdas, saya bersabar memindahkan pesan Bis ke dalam naskah yang Enak Dibaca dan Perlu (Lha kok kayak tagline majalah TEMPO?)

Agar mengalir, saya langsung menjawab kritik Bis, yang kemarin belum selesai sepenuhnya. Jika pesan Bis si Pembaca Cerdas dicetak miring, tanggapan saya ditulis biasa. Semoga bermanfaat.

Mas ini dari pembaca Pontianak Post. Kritikan saya tentang tribun jadi trend setter.
Gak juga. Justru Pontianak Post sebagai media pertama dan terutama di Kalbar punya ciri khas berbeda dengan Tribun Pontianak. Pertama dari desain grafis. Grafisnya yang visual communication memudahkan masyarakat untuk cepat menangkap pesan yang diberikan.

- Anda memang Pembaca Cerdas. Saya salut. Bisa menganalisis sampai ke grafis. Saya saja baru tahu ada istilah kaya begituan. Tapi, selama 35 tahun baca Pontianak Post, pernahkah Bis melihat di halaman I Pontianak Post, membuat dan membuat grafis hanya untuk berita orang tertimpa pohon akasia.

Selain itu layoutnya juga rapi dan tepat. Maaf ni, kalo Tribun masih acak-acakan. Kriminal disatuin dengan berita lainnya. Habis itu ya, kita kan di Pontianak harusnya Tribun mencotoh koran lokal yang lebih banyak nunjukin berita lokal.

- Hmmm..soal usulnya mencontoh Pontianak Post atau koran lainnya, pikir-pikir dulu dah. Lagi pula, kalau semua koran segeram eh seragam, apa jadinya?

Kalo berita nasional atau internasional mah udah banyak Mas. Di internet juga banyak yang kayak gituan. Selain itu, kalo di Pontianak Post punya halaman metropolis yang melingkupi kota pontianak.

- Suka buka internet juga yach. Punya blog kagak? minta dong! he he he...kalau semua pembaca seperti Anda, malah gak perlu lagi baca koran. Kan udah ada di internet semua. Persoalannya, berapa banyak sih yang bisa akses internet. Ada kok pembaca yang jangankan internet, komputer aja mereka gak punya..kan tanggungjawab kita mencerdaskan kehidupan bangsa.. he he he. Soal halaman, relatif bos..!

Saran saya sih, kolomnya itu loh yang banyak berpihak ke keturunan non pribumi. Ya aneh juga. Coba dijelaskan, mengapa tidak memakai kolom khusus yang memuat semua kalangan seperti Metropolisnya di Ptk Post. Saya rasa lebih tepat. Tidak memicu konflik sara. Emang semacam membedaka-bedakan. Emang dibayar berapa tu buat halaman itu.

- Bis..coba lebih teliti deh. di Tribun Pontianak cuman ada satu halaman, eh bukan deh, setengah halaman, sisanya iklan. Namanya halaman Seng Hie Life. Pontianak Post Group malah punya, bukan lagi satu halaman, tapi satu koran utuh. Inget gak...nama korannya, Kun Dian Ri Bao! Ayo..bandingin bayarannya? Itupun kalau dibayar he he he.

Apalagi, perkara pengecer Pontianak Post yang nempel dengan pengecer Tribun di awal-awal semua cewek. Ya pastilah wong orang tua juga demen. Apalagi ama yang muda. Apalagi, pengecer Pontianak selalu wellcome dengan kedatangan teman baru.

- Faktanya memang begitukan. Adakah pengecer koran di lampu-lampu merah dan persimpangan jalan sebelum kedatangan Tribun. Kagak ada Bos..soal cewek, itu dia persoalannya. Cewek emang kerap jadi persoalan. Sampai-sampai ada yang istrinya dua atau malah gebet temen sekantor or karyawan sendiri. Busyet...!!

Soal soccernya kembali lagi Pontianak Post lebih menonjolkan olah raga lokal. Ketimbang Tribun lagi-lagi dari luar.

- Usul diterima.

Ada lagi saya dengar2 oplah Tribun sudah sampai 30 ribu eks. Rasanya aneh, Pontianak Post aja yang udah bertahun, saat ini 35 ribu eks. Mana mungkin Tribu dalam jangka waktu sekejap bisa meraup begitu banyak. Apalagi untuk ukuran Kalbar. Bayangkan aja, meskipun harga Pontianak Post Rp 2.500, namun pembeli tetap setia. Karena yang penting kualitasnya. Dan strategi Pontianak Post sangat tepat dengan menurunkan harga Metro yang merupakan salah satu grup Pontianak Post. Jadi, Pontianak Post sebagai leader menurunkan Metro untuk menghadapi Tribun.

- Soal oplah, tanya deh ke Pontianak Post, jangan-jangan oplahnya nggak segitu. Sama seperti anda meragukan oplah Tribun Pontianak, jangan-jangan oplahnya juga gak segitu. Soal strategi penurunan harga Metro Pontianak, yang bener Bis..Metro emang harganya turun, tapi halamannya juga ikut menyusut. Sesuai lah. Sekadar mengingatkan, saya tiga tahun jadi Redaktur Metro, setahun jadi Redaktur Pelaksana. Sejak Oktober 2000, saya sudah jadi reporter di Pontianak Post dan Kapuas Post. Sempet jadi Kepala Biro Sanggau, Singkawang, dan Kabupaten Pontianak.

Dan masih banyak lagi. Sori ya mas. Masih banyak yang perlu dibenahi di Tribun.

- Usul bagus tuh. Sebab, dunia terus berubah. Masyarakat terus berkembang. Bisnis semakin ketat. Bunuh diri kalau gak berbenah. Tentu saja berbenah dengan perubahan yang untuk menjadi yang Berbeda dan Lebih Baik. Doain yang Bis, semoga Tribun Pontianak juga punya pembaca setia seperti Bis yang 35 tahun setia ama Pontianak Post.

Sy bukan wartawan Mas. Sy hnya org biasa aja. tp, maaf ni saya lihat Tribun Pontianak tidak menunjukkan ciri sebagai grupnya Kompas.

- Awalnya, Bis saya kira teman saya di kantor yang lama. Saya kenal betul pikiran-pikiran seperti itu lahir dari kepala siapa. Soal pencerminan...coba Bis bercermin di rumah. Apakah wajah, perilaku, dan fostur tubuh Bis mencerminkan wajah, perilaku, dan fostur tubuh dari ayah atau ibu Bis?

Singkat amat penjelasannya. Ya sudah gak perlu dijawab. saya sudah tau jawabannya.

- Itu kenapa Bis saya analogikan dengan Pembaca Cerdas. Hanya dengan penjelasan singkat, Bis sudah tahu jawabannya. Luar biasa..!Tapi, benarkan bukan teman saya di kantor yang lama.. he he he..?

3 komentar:

pena digital mengatakan...

bagus, inilah bentuk diskusi cerdas yang mengalir dan sangat bermanfaat bagi pembaca. diskusi tak harus menarik urat lehet. dengan perbincangan ringan namun berbobot seperti ini, terkesan mencerminkan kualitas manusia indonesia yang seutuhnya. hehe, makro banget ya...

salam
hanz

Ririn.Syaefuddin mengatakan...

Yup...saya berkomentar bukan karena saya pernah berkecimpung sebagai pencari dan penulis berita di Tribun Pontianak...dan bukan pula karena saya mengenal Bang Hasyim sebagai rekan sekerja saya selama beberapa bulan...tapi karena kalimat demi kalimat yang mengalir dari Bis dan si Engkol Mania...sebuah diskusi memang tidak perlu dilakukan dengan menarik urat leher apalagi jontok2an...semua punya pikiran di otak masing2...kalo memang si bis lebih mengunggulkan Tribun, yah silakan saja...tapi tidak ada salahnya kan jika ada pembaca media lain yang lebih menyadari Tribun sebagai bontot yang pantas diperhitungkan juga untuk memenuhi dahaga informasi msyarakat Kalbar...dan Tribun juga tidak perlu sama kan dengan koran2 terdahulu...toh saudara kandung aja tidak harus sama persis kok...saya yakin, baik Engkol Mania ataupun Bis tidak sama persis dengan anak2nya, atau saudara sekandungnya, atau bahkan orangtuanya...masing-masing punya perbedaan yang pantas untuk dihargai dan dihormati...ingat Bung, Indonesia punya Pancasila lho...

bloomasak.blogspot.com mengatakan...

Weleh, mas Bis. Bagaimana mau maju kalo harus menjadi follower terus?? Boleh dunk ada sesuatu yang baru muncul dan menampilkan sesuatu yang berbeda. Lagipula, ketika kita bercermin, tidak seutuhnya selalu tampak sama. Pasti ada gradasi yang tercipta. Apalagi, kalau cerminnya retak. Plus, partikel penyusun wujud yang semu menggambarkan wujud nyata. Jelas-jelas berbeda. Tapi, yang pasti, try to be different is not a sin. Because, life is so colourfull. Isn't it??
Buat mister icad, blog yang berisi argumen bagus. Receh ane masih tersimpan untuk disumbangkan membeli gorengan. Bersediakah anda menerimanya?? hehehe...