Jumat, 01 April 2016

Berburu Nostalgia Motor Tua

Dream 305. Foto: http://1.bp.blogspot.com/
DI tengah derasnya kehadiran sepeda motor baru, di beberapa sudut Kota Yogyakarta justru bisa dijumpai motor-motor lawas atau lama. Motor yang berjaya pada era 1970 akhir dan dekade sebelumnya tersebut masih bermunculan.

Maklum saja, para penggemar motor lawasan ini semakin terus berkembang. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Jogja, untuk jenis motor lawasan, ada dua jenis yang umum dikenal yaitu motor lawasan Jepang dan lawas Eropa.

Masing-masing memiliki penggemar tersendiri. Umumnya mereka menjadikan motor kuno tersebut tidak hanya sebagai pajangan, namun juga sesekali dipakai beraktivitas. Untuk motor eropa dikenal merek Birmingham Small Arm (BSA) dari Inggris, hingga BMW asal Jerman.



Sementara untuk motor Jepang, dikenal Honda, Yamaha, dan Kawasaki yang telah puluhan lalu masuk ke Indonesia. Sebagai contoh, untuk merek Honda saja banyak varian motor yang diburu, contohnya adalah Honda C 102 (1962), Honda Dream (1968), Honda PC50 (1968), Honda Z 50 A (1971), Honda ST 70 (1972), Honda S 90 Z (1974), Honda Z 50 J (1975), Honda C50 (1975), dan Honda SS 70 E (1975).

Beragam alasan menjadi motivasi para penggemar motor lawasan tersebut untuk memiliki motor yang sudah tidak diproduksi oleh pabrikannya tersebut. Nostalgia, merawat warisan keluarga, hingga keunikan model menjadi faktor pendorong.

Seperti apa yang dilakukan Johan S (28). Pemilik Honda CB100 ini mengatakan, faktor nostalgia menjadi pendorong dia memiliki motor lawasan.

"Dulu waktu saya masih TK, ayah saya punya motor semacam ini. Motor sering dipakai untuk mengantar saya ke sekolah. Rasanya dulu sungguh bangga bisa dibonceng ayah ke sekolah. Sayangnya, ketika saya kelas lima SD, motor dijual karena kebutuhan keluarga," ujarnya.

Warga Klaten ini melanjutkan, ingatannya akan motor CB100 milik ayahnya sempat memudar ketika ia sibuk beraktivitas. Hingga akhirnya ketika ia belum lama lulus dari suatu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, seorang temannya menawari motor CB100.

Kenangan masa kecil pun membuatnya tanpa pikir panjang membayari motor warna merah tersebut.

"Awal saya beli, motornya masih bobrok. Banyak bagian yang berkarat. Perawatan pun saya upayakan semampu saya. Saya awalnya mikir nggak bakalan susah nyari onderdil, ternyata nggak semudah itu. Karena motor nggak diproduksi lagi, tentu saja spare part juga nggak keluar," ungkapnya.

Pasar loak

Kebingungan, Johan pada suatu kali iseng mengunjungi pasar loak. Di tempat tersebut, ia menjumpai beberapa spare part yang diperlukannya. Meski tidak semua yang ia butuhkan ada, namun ia senang bisa membeli beberapa bagian, misalnya spion. "Barang lawas ya nyarinya di tempat barang bekas," selorohnya.

Butuh beberapa bulan hingga akhirnya Johan berhasil membuat motornya tampil optimal. Meski tidak semua spare part yang ia butuhkan original, namun ia berhasil membuat motornya tampil layaknya motor baru.

Pengalaman Johan kemungkinan besar juga dimiliki oleh para penggemar motor antik lain. Kesulitan mendapatkan onderdil ketika mereka ingin memperbaiki ataupun melakukan perawatan menjadi masalah pelik. Namun, hal itu ternyata malah membuka lahan bisnis untuk sebagian orang. (Tribunjogja.com)

SUMBER: http://jogja.tribunnews.com/2014/06/02/berburu-nostalgia-motor-tua?page=2

Tidak ada komentar: