Kamis, 06 Agustus 2009

Mbah Surip Genjot Sepeda Ontel


*Dari Mojokerto ke Jakarta
Lelaki nyentrik, unik, dan sederhana itu menjejakkan kaki di Jakarta pada 1985. Tujuannya bukan untuk menjadi seniman, melainkan bertemu dengan petinju idolanya, Elias Pical, yang saat itu sedang naik daun.

Ia berambisi mengalahkan Elias Pical dalam adu panco. Lelaki kelahiran 1949 itu, yakin bakal menaklukkan sangan juara dunia. Apalagi, di kampungnya, Mojokerto, tidak ada yang bisa melawan Mbah Surip tanding panco. Ia kemudian bulat menetapkan hati ke Jakarta.

Siapa yang menyangka, kalau Mbah Surip tidak memilih menggunakan angkutan umum. Ia menggoes sepeda ontel dari Mojokerto ke ibu kota negara. Tidak tanggung-tanggung, ia tempuh perjalanan dalam waktu empat hari.

Tiba di Jakarta, Mbah Surip bingung karena tak punya tempat tinggal di Jakarta akhirnya ia pun melangkahkan kakinya ke Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ), Bulungan. Kepada seorang temannya, Andi, ia minta diantar ke rumah Elias Pical.

Andi menyanggupi, dengan persyaratan Mbah Surip harus mengalahkan orang-orang KPJ lebih dulu. Semua orang di KPJ kalah kecuali Andi. Walau sudah mencoba berulang-ulang, Mbah Surip tetap saja kalah.

Impian bertanding panco dengan Elias Pical pun tidak pernah terjadi. Sebab Mbah Surip sendiri sudah asik di KPJ. Tekadnya yang luar biasa untuk sruvive membuat lelaki

Bob Boreno, pelukis kenamaan di Kaltim menuturkan ia bertemu Mbah Surip tahun 1986. Mereka sama-sama berprofesi sebagai seniman di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Gerajas) di Jl Bulungan, Jakarta Selatan.

"Dulu, Mbah Surip ke mana-mana selalu pakai sepeda ontel. Sepedanya suka saya umpetin (sembunyikan, Red.). Kalau ban sepedanya bocor, minta uang ke saya untuk menambal," ujar Om Bob.

Di matanya, Mbah Surip memiliki sifat yang sangat peduli pada orang-orang di sekitarnya. "Kalau dia dapat rejeki habis ngamen, dan dia mau makan, dia tanya dulu teman-teman kiri kanan siapa yang belum makan, dia mau ngajak makan, dia yang bayar," papar Om Bob.

Perjuangan tak kenal menyerah, dedikasi dan kesetiaan kepada teman, mengantarkan Mbah Surip yang sederhana ke jenjang ketenaran. Orang mengenalnya di mana-mana, anak-anak, remaja, orangtua, kerap melantunkan Tak Gendong.

Bukti popularitas Mbah Surip, selain jadi ikon baru rumah-rumah produksi dan stasiun televisi, ring-back tone (RBT) Tak Gendong mampu merebut hati 130 ribu pelanggan Indosat dan XL. Ratusan ribu pelanggan itu mengaktivasi RBT Tak Gendong per Februari sampai Juni 2009.
Dari laris-manisnya RBT ini, Mbah Surip ketiban bagian Rp 4,5 miliar dari total pemasukan Rp 9 miliar.

Meski begitu, lihatlah ia sama sekali tidak berubah. Corak kehidupan jelata, bersahaja, dan selalu tertawa, tak ubahnya ekspresi seorang manusia miskin yang jujur dalam menjalani kehidupannya.

Pernah saat diikuti reporter Viva News, Mbah Surip makan di sebuah warteg. Ada pengemis dan pengamen yang mendekat. Ia buru-buru merogoh dua lembar Rp 50 ribu dari sakunya. Uang yang masih dalam amplop itu, adalah honornya jadi bintang tamu di Ceriwis di TRANS TV .

Kini, Bangsa Indonesia kehilangan seniman unik, nyentrik dan bertalenta tinggi ala Mbah Surip, Pelantun lagu Tak Gendong ini meninggal mendadak sekitar pukul 11.30 WIB, di rumah Mamiek Srimulat di Kampung Makassar, Jakarta Timur.
Selamat jalan Mbah..i love you full.!!

2 komentar:

jaja mengatakan...

keren.. eh, mbah pake mbah surip lagi

gila^ontel mengatakan...

mbah surip emang fenomenal..entah kapan negeri ini melahirkan musisi seperti si mbah lagi bro Wied