Minggu, 25 September 2016

Ketika Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah Teringat Gubernur Cornelis

JAMUAN - Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah, menjamu rombongan Tribun. 
BANTAENG - Tribun Pontianak mendapat kesempatan langka bertemu Nurdin Abdullah, Bupati Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), awal Agustus lalu. Saat itu, kepala daerah dengan prestasi mentereng ini, baru saja pulang dari lawatannya ke Kalbar, memenuhi undangan Gubernur Kalbar, Drs Cornelis MH.

Tidak heran, begitu tahu ada Tribun Pontianak.co.id, Nurdin Abdullah, langsung nyerocos bercerita tentang Gubernur Cornelis, dan panasnya udara di Kota Pontianak. Nurdin yang memiliki nama lengkap Prof DR Ir HM Nurdin Abdullah MAgr adalah Bupati Kabupaten Bantaeng periode 2008-2013 dan terpilih kembali untuk periode 2013-2018.

Ia menerima Tribun Pontianak, dan rombongan manajemen Tribun Timur yang dipimpin Wapemred Tribun Timur, Thamzil Tahir, di Rumah Adat Balla Lompoa, Senin (8/8/2016). Mengenakan seragam dinas PNS warna cokelat, Nurdin didampingi sejumlah staf.



Balla Lompoa Bantaeng terletak di daerah Letta, Kecamatan Bantaeng, adalah tempat tinggal Raja Bantaeng. Tidak ingin tempat bersejarah itu tergilas zaman, Nurdin merenovasinya kembali.

"Balla Lompoa ini hampir saja hilang. Itu tiang-tiang penyangganya sudah ada yang dipotong. Lantas, saya perintahkan kembali untuk dipugar. Ini bukti sejarah, tak boleh hilang," kata Nurdin.
Ia pun bercerita tentang ruangan khusus yang ada di Balla Lompoa.

"Tempat kita duduk sekarang adalah ruang tamu khusus untuk menerima tamu-tamu dari Belanda. Itu, ruang yang di atas, yang lebih tinggi untuk tamu-tamu Karaeng," ujarnya sambil meunjuk sebuah ruang yang penuh sesak dengan peninggalan kerajaan.

Ada deretan meja panjang dari kayu, foto-foto para raja, termasuk leluhur Nurdin. Ruang tamu untuk menerima orang-orang Belanda menurut Nurdin dibuat lebih rendah, dengan pintu yang juga rendah.

"Dibuat rendah karena mereka menolak membuka sepatu. Mereka juga menolak membungkuk di hadapan raja. Maka, pintu masuk dibuat pendek. Dengan begitu, orang-orang Belanda terpaksa membungkuk kalau masuk ruang tamu ini, karena tubuh mereka kan tinggi," ucap Nurdin sambil tertawa.

Nurdin yang merupakan bupati profesor pertama di Indonesia ini lantas menyinggung soal suksesi kepemimpinan di Bantaeng. Selama ini, ia memang dikenal tertutup soal siapa yang pantas menggantikan posisinya kelak.

"Banyak yang datang ke saya. Cuman saya titip ke mereka satu hal, jangan pernah mengklaim mendapat dukungan saya. Kasihan nanti calon yang lain," ujar pria kelahiran Parepare, 7 Februari 1963 ini.

Nurdin pun menegaskan sebagai kepala daerah, dirinya telah menyiapkan segala sesuatunya untuk siapapun yang akan menjadi Bupati Bantaeng. "Dasar-dasar, pondasi pembangunan Bantaeng sudah tinggal diteruskan. Sebagai kepala daerah, kita mendorong siapa saja untuk maju di Pilkada. Kita demokratis saja," imbuhnya.

Pilkada Bantaeng sendiri digelar 2018 mendatang. Sejumlah nama sudah mulai populer di ruang publik. Di antaranya, Anggota DPRD Sulsel, A Sugiarti Mangunkarim, mantan politisi PAN, dan mantan Anggota DPR asal Sulsel, Hadi Djamal, Ketua DPRD Bantaeng, Sahabuddin, Putra Mantan Bupati Bantaeng, Ilham A Azikin Solthan, dan dua pengusaha Jabal Nur dan Rusman Idris.

Sama seperti Pilkada Bantaeng, Nurdin juga irit bicara Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel.
Nama Nurdin memang santer dan digadang-gadang sebagai calon kuat untuk menggantikan Gubernur saat ini, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Nurdin tak sendirian, tokoh lainnya yang meramaikan bursa Pilgub Sulsel adalah adik kandung Gubernur Sulsel dan mantan Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo, anggota DPD asal Sulsel, Aziz Qahar Mudzakkar, dan petahana Wagub Sulsel, Agus Arifin Nu'mang. "Kalau rakyat menghendaki Insya Allah saya siap mengabdi. Saya tidak akan memburu jabatan," ujar Nurdin diplomatis.

Bupati Nurdin juga menyinggung sejumlah keberhasilan di Bantaeng. Antara lain pembangunan infrastruktur, pengembangan sektor pertanian, peternakan, dan penataan Bantaeng sebagai daerah tujuan wisata. "Kita punya bawang merah. Ukurannya lebih besar dari Bawang Merah Bima. Ini jadi komoditas andalan masyarakat," imbuh Nurdin.

Berbekal gelar Doktor of Agriculture yang diraihnya pada 1994 dari Universitas Kyushu, Jepang, Nurdin memang punya stresing besar mengembangkan pptensi pertanian di Bantaeng. Mulai dari mencetuskan Banteng sebagai Kabupaten Benih berbasih teknologi, merevitalisasi kelompok tani, hingga sinergisitas lintas sektor menata kawasan Agrowisata Uluere.

Ia pun fokus pada apel, strawberry, sayuan organik, dan tanaman hias. "Hanya untuk semangka, kita memang tidak genjot. Biarlah itu menjadi komoditas unggulan Kabupaten Jeneponto," ujar Nurdin sambil tertawa.

Jeneponto selama ini memang dikenal sebagai daerah penghasil semangka. Di sektor peternakan, melalui teknologi Inseminasi Buatan, Nurdin mengeluarkan kebijakan memperbaiki kualitas ternak sapi.

Termasuk mendukung penuh pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas sebagai energi alternatif di desa-desa di Bantaeng. Nurdin juga piawai menyiasasi APBD daerah yang hanya memiliki luas 395,83 kilometer atau tak lebih besar dari Pulau Madura itu.

Selama dua periode ia bekerja keras memacu pertumbuhan ekonomi Bantaeng. Hasilnya, Bantaeng menjadi satu di antara pusat pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Sebelum meninggalkan ruang tamu Balla Lompoa, kaki Bupati Nurdin terhenti di pintu keluar.

Sebab ia ditodong Wapemred Tribun Timur, Thamzil Tahir, ihwal deretan tropi yang tertata rapi di pojok kanan, tepat di belakang pintu. "Itu Adipura. Kita sudah enam kali menyabet Adipura. Yang pertama 2009, terakhir yang itu, 2016," kata Nurdin.

Nurdin lantas mengajak rombongan untuk menikmati makan siang dengan sajian khas Bantaeng.
Awalnya, ia merencanakan makan siang di Pantai Marina, sebuah kawasan wisata andalan di Bantaeng dan Sulsel.

Namun, cuaca terlalu panas sehingga ia memutuskan mengganti tempat jamuan makan siang di
Pantai Seruni, sebuah objek wisata di Jantung Kota Bantaeng. Pantai Seruni, dulunya tidak seluas sekarang.

Hanya sampai batas Rumah Sakit Umum Bantaeng dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bantaeng. Namun, Nurdin mereklamasi pantai agar daratan Pantai Seruni lebih luas, sehingga bisa menjadi alun-alun seperti sekarang.

Maka jadilah, Halaman Lapas Bantaeng kini menjelma tempat favorit keluarga menghabiskan waktu sambil melihat kapal-kapal tradisional tambat. Kesan sederhana, begitu terlihat di sosok Bupati Nurdin saat perjalanan dari Balla Lompoa ke Pantai Seruni.

Ia turun dari Balla Lompoa dengan kendaraan dinasnya, Toyota Kijang Innova hitam berpelat DD 1 F. Berbeda dengan kebiasaan para kepala daerah lainnya, Bupati Nurdin, hanya dikawal satu vooriders.

Itu pun posisi vooriders ada di belakang mobilnya. Sudah begitu, tak ada bunyi sirine dari voeriders, untuk meminta jalan kepada para pengendara lain. Mobil Bupati Nurdin tak ubahnya mobil warga biasa.

Ia juga berhenti di persimpangan dan setia menunggu lampu hijau menyala. Sampai di Pantai Seruni, mobil Bupati Nurdin juga parkir di tempat yang di mana pengunjung lainnya memarkirkan kendaraan.

Padahal jika ia mau, ia bisa saja memarkir mobil dinasnya agar tak jauh dari tempat makan siang, sehingga ia tak perlu jalan kaki. "Saya harus menjadi contoh bagi warga saya. Tidak ada yang istimewa dari jabatan sebagai kepala daerah. Saya juga rakyat biasa," kata Nurdin saat ditanya tentang sikapnya.

Baginya, bukan segudang fasilitas dan keistimewaan yang harus ditonjolkan, melainkan inovasi dan kerja nyata untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan Bantaeng. Tempat makan siang yang dipilih Bupati Nurdin, tepat berada di sisi kanan Pantai Seruni.

Berbentuk seperti rumah kecil, dengan ruangan terbuka di dalamnya. Ternyata, di sinilah biasanya ia menerima tamu-tamu yang berkunjung ke Bantaeng. Tak lama, menu makan siang datang. Dalam sekejap, meja bundar penuh dengan aneka lauk pauk.

Terutama ikan. Ada yang dibakar, digoreng, hingga ikan masak kuah. Udang dan rajungan juga jadi menu andalan. Selebihnya, ada sayur asam, dan ayam goreng. "Ayo, mari silakan dimakan," ajak Nurdin sambil menyendot nasi putih dan mengambil ikan bakar di hadapannya.

Baru saja menyuap nasi dan berbincang sebentar, Nurdin mendadak berdiri dari kursinya.
Tangannya menyambar dua piring besar berisi ikan dan rajungan. Ia kemudian membawa lauk pauk itu ke meja di sebelah kiri.

Di meja tersebut, rupanya ada tamu yang juga hendak bertemu Nurdin. Mereka berjumlah lima orang dan sedang menunggu hidangan makan siang juga. Namun, di meja mereka baru ada sebakul nasi putih hangat.

Nurdin melihat hal itu. Karena itulah, ia bergegas membawakan sendiri lauk pauk untuk mereka.
Melihat Nurdin membawa dua piring lauk pauk itu, sejumlah pegawainya tampak panik. Mereka buru-buru menyajikan lauk untuk tamu-tamu Nurdin lainnya.

"Instruksi yang paling efektif itu dengan memberi contoh. Itu, begitu saya bawa piring, para pegawai langsung bergerak cepat," imbuh Nurdin saat ditanya kenapa membawakan sendiri makanan untuk tamunya.

Nurdin juga mengajak wartawan dari media lain, selain Tribun makan dan duduk semeja dengan dirinya. Pada saat makan siang inilah, Nurdin menceritakan kesannya saat berkunjung ke Pontianak dan bertemu Gubernur Cornelis. "Pontianak itu cuacanya tidak panas. Yang panas itu gubernurnya," ucap Nurdin sambil senyum-senyum sendiri.

Rupanya ia ingat betul kebiasaan Gubernur Cornelis yang tidak bisa berhenti merokok.

Tidak ada komentar: