Kamis, 22 Agustus 2024

Tantowi Yahya: Dubes Entrepreneur di Balik Sukses Pacific Exposition 2019

AUCKLAND -  Perhelatan Pacific Exposition 2019 yang diinisiasi Pemerintah Indonesia berlangsung sukses. 

Banyak delegasi yang dibuat terkaget-kaget, bahwa Indonesia bisa menggelar ajang strategis yang mempertemukan 20 negara Pasifik ini, duduk bersama untuk pertama kalinya.

Pasifik Eksposisi, tidak hanya meneguhkan posisi diplomasi Indonesia di Negara-negara Pasifik, namun juga melahirkan upaya konkrit kerjasama di bidang kebudayan, perdagangan, investasi, dan pariwisata.

Yang lebih penting dari itu, event ini juga mengurai benang merah soal akar budaya, sosiologi dan antropologi Negara-negara Pasifik sebagai ras Melanesia. Sosok di balik suksesnya pagelaran Pacific Exposition adalah Dubes RI untuk Newzealand, Tantowi Yahya.

Bagaimana Dubes “entrepreneur” ini memiliki ide Pasifik Eksposisi hingga mewujudkannya, berikut wawancaranya:





Ini menyiapkannya setahun?

Tapi dalam in between itu, saya bikin dulu satu acara yang lead dengan ini. Namanya Simphony of Friendship.

Tempatnya di mana?

Tempatnya di Wellington. Jadi saya sudah mulai masuk bahwa kita bersaudara melaui musik. Saya undang Erwin Gutawa. Penyanyi Edo Kondolongit dari Papua dan Anmesh Kamaleng dari NTT, terus saya undang ke sini. Jadi kolaborasi dengan Orkestra Wellington. Yang arransement Erwin.

Jadi konsepnya adalah saya bikin silang-silang lagu-lagu Maori, lagu-lagu Pasifik dengan lagu-lagu dari Indonesia timur. Wahh ketika dinyanyikanitu orang makin tahu, sama melodinya.

Itu cara kita pertama kali masuk secara budaya. Untuk mendapatkan pengakuan secara kultural. Udah, orang-orang yang tadinya bilang Indonesia tidak ada hubungan, melalui budaya itu ternyata memang kita ada hubungan.

Kalau idenya berarti murni dari Bapak?

Alhamdulillah begitu. Hahahaha.

Sampai bisa menyakinkan banyak pihak, pemerintah pusat, swasta?

Saya sangat terbantu, atau banyak dibantu oleh Ibu Retno karena sepaham soal ini. Karena sebelum ini, ku blind spot, bukan blank spot, in our diplomacy. Gak ada. Ketika zaman saya, eranya Ibu Menlu passion-nya sama.

Payung besarnya adalah Pak Presiden yang minta kita main di Pasifik. Jadilah itu. Jadi join, saya yang ada di lapangan, Bu Menlu kasih support maksimal. Saya banyak dibantu juga oleh Dubes-dubes kita yang ada di Wilayah Pasifik. Saya kan cuman pegang dua.

Pakai Grup WhatsApp?

Pakai Grup WhatsApp Dubes Pasifik. Kita kasih peran. Ini kerja bersama. Inisiatif Wellington. Tapi gak mungkin tanpa mereka. Jualan setahun juga Pasifik Ekspo ini ke Negara-negara yang berada di bawah akreditasi mereka.

Sempat pesimistis gak?

Ohh, enggak. Saya itu kalau sudah menetapkan saya akan melakukan itu, saya punya keyakinan besar bahwa itu akan sukses.

Habis ini ngapain Pak?

Istirahat dulu lah, setahun. Hahahaha. Kapan lagi gua akan nikmatin keindahan Newzeland ini. Pos Newzeland itu adalah pos yang bisa senang-senang?

Mestinya. Tapi sekarang ini orang semua kerja untuk saya. Stres full semua. Saya bilang ke diplomat saya, kalian kan cuman tiga tahun. Negara ini sangat menantang kita. Bayangkan kalian tiga tahun gak ngapa-ngapain di sini.

Ketika balik, tertinggal kalian. Pasti tertinggal. Karena kalian tidak terbiasa. Lay back. Kedua, alam yang sangat meninabobokan kita ini, harus kita lawan dengan kerja keras. Baru enak. Capek, stres, begitu keluar dari mobil, wiihhhh bagus banget. Itulah kompilasi hidup yang bagus.

Bagaimana respon teman-teman di KBRI pada saat pertama kali ide Pasifik Eksposisi ini?

Dulu pada saat saya pertama kali paparkan itu ya Bang ya, gila Pak Dubes. Pertama ya Pak Dubes, saya mau nanya, gimana kita merangkul negara sebanyak ini dan bukan kita yang pegang. Saya jwab itulah tantangannya.

Yang jelas kita ini, jangankan pekerjaan sesulit itu, pekerjaan sesimple apapun harus bersama-sama ngerjainnya. Kedua Pak Dubes katanya, duitnya gimana? Itu lagi tantangannya. Kalau kita bikin sesuatu duit banyak, itu biasa. Kita gak punya duit. Di situ tantangannya.

Dananya dari mana, ini BUMN atau?

Iya. Perusahan swasta juga nyumbang. Saya kan dulu mantan EO (event organizer).

Termasuk kirim-kirim proposal?

Kamu tahu yang bikin AMI Award, Panasonic Award, Pemilihan Putri Indonesia sampai megah begitu. Kan waktu zaman saya semua. Jadi saya terbiasa bikin konsep, presentasi, dapat duit. Untung banget lama jadi EO. Kita berkreasi dari acara gak ada jadi ada. It’s look ridiculous, it’s look impossible di situ challenge-nya.

Yang jadi pertanyaan, why Newzealand?

Kita kan undang orang Pasifik. Kita bikin di Balai Sidang (Jakarta), gede. Yang datang kita semua. Terus gimana? Buat apa? Saya sedang memikirkan sesuatu nih. Bikin acara yang sifatnya regional. Misalnya di Ambon. Di Jayapura. Kita sesuaikan dengan keadaan di sana. Karena ada experience yang orang harus rasakan di sana.

Lobi dengan Newzealand sama Australi panjang gak?

Ya panjang. Lobi itu menarik. Saya suka banget membuat orang membeli ide kita gitu loh. Yang paling susah itu nundukin akademisi.

Kok akademisi?

Iya lah. Mereka kan yang paling kritis. Apa urusannya Indonesia ama masalah Pasifik. Challenge banget. Kalau akademik itu mereka lebih kepada perspektif antropologi. Perspektif budaya. Kalau politisi, interestnya.

Titik temunya apa?

Titik temunya adalah ketika saya jelasin, sepertiga wilayah Indonesia ada di wilayah Pasifik dan itu bukan kemauan kita. Itu sudah kehendak alam. Lima provinsi di Indonesia Timur itu adanya di Pasifik.

Masa kita pesen sih, kan enggak. Sudah kehendak alam juga orang di Pasifik itu, sukunya cuman dua. Melanesia dan Polenesia. Untungnya saya itu budayawan, orang yang perspektifnya budaya. Jadi ketika pemaparan di Victoria University kepada akademisi, jualan bahwa Indonesia juga Pasifik dengan segala macam data yang saya bawa. Mereka beli.

Ide Logo dari mana?

Itu yah, logo (Logo Pasifik Eksposisi) itu anak buah saya semua yang buat. Ciptakan itu. Itu ikan Pari adalah ikan yang disakralkan di Pasifik. Makanya kalau kita nonton Film Moana, ada itu. Kita jadikan dia logo kan dia diterima. Tengah itu Penyu, buntutnya Hiu. Itu tiga itu memang mamalia familiar di Pasifik.

Itu (logo) langsung ACC?

ACC. Tapi kita exercise dulu beberapa. Kita tuh gak pake agency. EO sendiri. Dan ini regional loh ini.

Ibu Menlu percaya gak?

Loh. Gak ada yang percaya. Gak ada.

Terus setelah ini ada follow up?

Nanti kita akan duduk. Pertama tiga stakeholder ini yah, kita, Australia, Newzealand kalau ini sukses. Insya Allah sukses. Mau bikin tahunan, dua tahun sekali, saya serahkan ke mereka. Udah ada jalurnya.

Dan kita cari peserta itu udah mudah. Karena sudah ada track record. Sudah ada legacy kita tinggalkan. Terus nanti misalnya antara Australi dan Newzealand mau di mana tempatnya. Tapi di manapun tempatnya, yang penting EO nya KBRI Wellington. Hahahahaha. (*)

Tidak ada komentar: