TIDAK ada kata yang pantas terucap
selain syukur kepada Allah SWT. Sebab hanya dengan rahmat dan ridho-Nya,
penulis bisa menyelesaikan buku berjudul SMS Mengubah Pontianak ini.
Apalagi, buku ini dikerjakan di antara kesibukan penulis sebagai jurnalis di
Harian Tribun Pontianak.
Setelah lima bulan, tepatnya sejak
September 2012, akhirnya buku ini selesai disusun. Buku ini adalah kumpulan
interaksi publik antara Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, dengan warga Kota
Pontianak melalui rubrik Yok Bangun Kote Kite.
Rubrik yang terbit setiap hari di Tribun
Pontianak ini, sudah dimulai sejak, 15 Febuari 2010 lalu.
Rubrik ini, memungkinkan setiap warga
Pontianak, menyampaikan aspirasinya terkait pelayanan publik yang dikirim
melalui short message service (SMS).
Setiap pertanyaan yang masuk, mulai
berupa pujian, keluhan, masukan, pertanyaan, hingga kekecewaan, dijawab
langsung oleh Wali Kota Sutarmidji, juga lewat SMS. SMS warga dan SMS Wali Kota
diterbitkan bersamaan setiap hari pada Halaman 10 di Tribun Pontianak.
Ada ribuan SMS yang masuk. SMS-SMS
tersebut, selanjutnya dikodifikasi, disatukan sesuai masalahnya, hingga
Februari 2012. Bukan tanpa alasan, Wali Kota
Sutarmidji, meminta kumpulan SMS di rubrik Yok Bangun Kote Kite, ini
dibukukan.
Pertama, rubrik ini telah memotivasi warga Kota Pontianak
berpartisipasi aktif di semua sektor pembangunan. Tidak jarang, bahkan semua SMS yang
dikirimkan warga, selanjutnya menjadi bahan bagi Pemkot Pontianak untuk
menyusun kebijakan dan program-program pembangunan yang pro rakyat dan tepat
sasaran.
SMS tentang perbaikan jalan misalnya,
menjadi dasar bagi Pemkot Pontianak untuk membangun dan memperbaiki hampir
seluruh jalan dan gang di Kota Pontianak. Mulai dari Jl Purnama, Perdana,
Jeruju, Kota Baru, hingga Tanjungraya II.
Partisipasi warga ini, menjadikan
pola perencanaan pembangunan yang sejak awal menggunakan pendekatan top down
berubah menjadi bottom up. Kedua, rubrik Yok Bangun Kote Kite,
juga jadi media Wali Kota Pontianak untuk melihat sejauh mana kinerja SKPD yang
ada, terhadap tugas dan tanggungjawabnya.
Tidak ada lagi ruang untuk SKPD
melapor sekadar Asal Bapak Senang (ABS), karena warga Kota Pontianak, ikut
aktif mengontrol kinerja SKPD. Pada akhirnya, SKPD terpacu untuk bekerja lebih
baik.
Ketiga, rubrik Yok Bangun Kote
Kite, menjadi media untuk menyampaikan aspirasi dan artikulasi kepentingan
publik. Imbasnya, sejak 2010 lalu, hanya ada tiga aksi demontrasi yang
ditujukan untuk Pemkot Pontianak.
Keempat, Wali Kota Pontianak percaya,
rubrik Yok Bangun Kote Kite, telah mengubah wajah Kota Pontianak,
sehingga seperti sekarang. Tentu saja di luar kerja keras seluruh SKPD yang
ada, dalam menciptakan good governance dan clean goverment.
Sederet penghargaan diraih, pusat
ekonomi dan permukiman tumbuh karena akses infrastruktur jalan yang baik, APBD
Kota naik 200 persen, kesehatan dan pendidikan warga jauh lebih memadai.
Atas alasan-alasan itu pula, penulis
memberi judul buku ini, SMS Mengubah Pontianak. Penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya untuk seluruh rekan-rekan jurnalis
di Tribun Pontianak yang terus memberikan support agar buku ini
bisa segera dinikmati.
Terutama kepada Albert Joko dan Ahmad
Suroso. Akhirnya, Tiada Gading Yang Tak Tetak. Penulis menyadari, sejak
proses penyusunan sampai buku ini selesai disusun, jauh dari kata sempurna.
Karena itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis memohon maaf, dan dengan lapang dada menanti kritik serta saran
konstruktif agar ke depan menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat!
Pontianak,
Februari 2013
Salam,
Hasyim Ashari
Balas SMS
Sendiri
Rubrik ini, idenya dari siapa?
Sebenarnya, ide ini awalnya dari Tribun Pontianak. Setelah kita kaji,
ternyata ini bagus, sehingga saya merespon untuk bekerjasama.
Bagusnya di mana?
Kerjasama ini betul‑betul kerjasama
yang sangat menguntungkan Pemkot Pontianak. Sebab kita tidak keluar biaya
sedikitpun. Kita apresiasi Tribun
karena peduli dengan kemajuan Kota Pontianak. Rubrik ini menjadi pemacu kita
untuk melakuan perbaikan berbagai upaya percepatan dalam gerak pembangunan
Pontianak.
Apakah rubrik serupa pernah ada?
Belum. Belum ada. Tapi, setelah
rubrik Yok Bangun Kote Kite, ada yang
coba. Namun, tidak bertahan lama karena mungkin pengemasannya yang tidak pas.
Tapi, Tribun kan betul‑betul
diserisusi. Kadang ditempatkan di halaman pertama. Ini menunjukkan, konsern dan
kontiyuitasnya yang membuat rubrik ini bisa bertahan sampai sekarang.
Apakah menyiapkan nomor khusus untuk
SMS?
Saya pakai dua nomor. Saya gunakan
satu nomor yang sering saya pakai. Supaya saya bisa melihat langsung
pertanyaan-pertanyaan yang dikirim ke saya. Dan dalam kesempatan pertama,
biasanya saya jawab.
Tapi, kadang tidak. Karena kesibukan,
saya di SMS pertanyaannya sudah hampir habis, sehingga persediaan untuk dimuat
besoknya, atau beberapa hari lagi sudah tidak ada. Nah saya langsung upayakan
jawab. Kalau saya punya waktu jam 11 malam, jam 11 malam saya jawab.
Berapa banyak SMS yang masuk?
Biasa, sehari lebih dari 10. Biasanya
juga cuman satu dua. Tapi saya saking asyiknya, sehari saya jawab 20 SMS. Tapi
saya upayakan bisa secepatnya menjawab.
Apakah SMS yang masuk tidak
merepotkan?
Tidak. Karena ini satu media
komunikasi yang sangat membantu saya. Banyak pertanyaan yang mengispirasi kita
untuk melakukan percepatan-percepatan dalam pembangunan Pontianak. Bahkan, ada
beberapa hal yang kita lakukan itu, ide‑idenya sebenarnya dari pertanyaan‑pertanyaan
itu.
Dan ini tantangan untuk percepatan menangani masalah kota. Dari pertanyaan
itu juga, ketika jawaban saya berikan, biasanya segera ditindaklanjuti dinas.
Biasanya tuntas.
Bilamana menjawab SMS?
Kadang saat turun dari rumah ke
kantor, dalam mobil. Atau di waktu senggang, habis Salat Zuhur, dan jika tidak
ada tamu, saya gunakan untuk menjawab. Waktunya dalam waktu santai. Biar betul‑betul
fresh sehingga kita bisa menjawab
dengan memahami pertanyaan‑pertanyaan yang ada.
Saya itu jarang tidur di bawah jam 12
malam. Selalu di atas jam 12. Biasanya antara jam 11 dan jam 12 acara TV itu kan berita olahraga. Setengah jam
kemudian berita yang siangnya sudah kita lihat dan dengar. Sambil menunggu
acara selanjutnya, saya gunakan waktu untuk menjawab SMS‑SMS itu.
Apakah ada tim atau staf khusus untuk
menjawab SMS itu?
Semuanya saya jawab sendiri. Tidak
ada staf atau tim khusus yang saya suruh untuk menjawab SMS yang masuk. Sampai
sekarang pun, belum satupun SMS yang jawabannya saya harus tanya dulu ke dinas.
Jadi, silakan saja nanti dicek ke dinas. Tidak pernah dinas memberi input
kepada saya untuk menjawab satu SMS pun. Kalau pun ada kalimat-kalimat yang
keluar dari jawaban itu, semuanya itu 100 persen dari saya.
Apakah orang percaya bahwa SMS itu
langsung dari Bapak?
Hampir semua tidak percaya. Saya
rasa, hanya 10 persen orang yang percaya saya jawab sendiri. Kenapa, karena
hampir tidak dilakukan selama ini. Kalau kepala daerah yang melakukan pasti
bertanya kepada Humasnya.
Namun, ini saya lakukan sendiri.
Sehingga kalau ketemu dengan kepala daerah lain, mereka bialng, masa sih. Saya
tunjukkan, ini HP saya, ini SMS dan ini
jawabannya. Baru mereka percaya. Kepala kepala SKPD akhirnya percaya,
karena memang tidak pernah bertanya.
Awalnya orang tidak percaya. Tapi akhirnya
mereka tahu kalau itu seratus persen saya yang menjawab.
Kalau istri saya tahu. Kalau malam
malam-malam saya SMS, tak mungkin saya SMS siapa-siapa kan? Dia sudah tahu. Ini kenapa saya berjam-jam SMS-an, dia tahu
saya sedang jawab itu.
Ada pertanyaan-pertanyaan teknis,
bagaimana Bapak bisa menjawabnya?
Saya berupaya untuk memahami semua
lingkup tugas saya. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Sehingga saya dituntut untuk harus tahu berapa lama IMB harus selesai, berapa
hari TDP, izin HO selesai, itu semuanya sudah di luar kepala saya.
Dari pertanyaan-pertanyaan itu, kita
lakukan evaluasi-evaluasi. Kalau masih ada yang bilang lama, kita evaluasi.
Bahkan ada pertanyaan yang keluhan itu, akhirnya saya tantang BP2T, mampukah lebih
cepat. Ternyata bisa. Lahirlah misalnya kesepakatan SITU, SIUP, TDP, satu hari
selesai. Bahkan dua jam sudah selesai.
Dalam menjawab SMS, kadang pakai
kalimat tegas, ketus, hingga bercanda?
Tegas menunjukkan kepada masyarakat,
kepada penaya, Pemkot serius menangani sesuatu. Kalau saya selingi candaan, itu
karena penanya menanggapinya terlalu serius padahal itu sbenarnya itu hal
sepele. Makanya dicandain. Kalau pertanyaannya ketus yang kita jawab ketus
juga. Tapi pada akhirnya, saya akan perhatikan. Kadang memberikan dia masukan.
Mislanya agar jangan Suudzon dulu.
Dari sekian banyak SMS, mana yang
paling berkesan?
Sebenarnya banyak. Tapi saya tertarik
dengan SMS yang dia gunakan kalimat yang sebenarnya bikin kuping kita panas
bacanya. Kadang kritik dia terlalu berlebihan. Ini saya jawab juga. Kadang
dengan kata-kata ya agak model-model kalimat yang dia buat juga. Tapi
kebanyakan saya guyoni saja.
Dengan kalimat-kalimat itu, hampir
semua SMS itu berkesan bagi saya. Makanya, saya awali dengan kata Aduh, Oh ya,
Iya tuh Pak, Iya tuh Mas. Artinya kita sependapat dengan dia. Ini juga kalau
pertanyaan yang sangat simpati, saya jawab dengan sangat simpati agar mereka
merasa dihargai.
Pengirim SMS seperti ini sesungguhnya
menjadi corong Pemkot di masyarakatnya. Misalnya, keluhan ada orang buang
sampah sembarangan dari dalam mobil di jalan. Saya jawab, iya tuh Pak. Saya
pernah juga di mobil lihat orang makan rambutan, buang sembarangan saja dari
mobilnya, saya kejar dan lihat sendiri.
Jadi kadang juga kita memang harus
memberi pelajaran kepada mereka dan kadang memotivasi kembali masyaraat kita
untuk lebih banyak peduli. Pertanyaan-pertanyaan ini bukti kepedulian
masyarakat terhadap kotanya.
Kalau masyarakat kita sudah perduli
dengan pembangunan kotanya, itu modal dasar bagi pemerintah mengimplementasikan
programnya. Yang penting itu masyaraat perduli dulu. Nah rubrik ini memacu masyakat untuk
perduli tentang kotanya. Apa saja yang ia mau tahu silakan tanya. Apa saja yang
mau ia kritik kita terima. Memang itu yang harus kita lakoni.
Apa urgensi rubrik ini untuk tugas‑tugas
wali kota?
Yang jelas membuat saya harus
menguasai sebanyak mungkin, kalau perlu seluruh ruang lingkup tugas, saya
kuasai. Itu yang pertama, saya ditantang. Ketika saya sudah tahu semua, saya lebih
gampang mengawasi.
Kemudian rubrik ini juga menjadi
pengikat yang kuat dalam pengawasan.
Kepala skdp itu yang mebawasi tidak saya,
masyarakat. Mayasraat melakui mana, melalui Yok Bangon Kote Kite. Dia ikut
mengawasi. Kalau tidak betul, misalnya Wah Pak pengecoran jalan itu kayaknya
kurang sesuai besteknya. Kan itu pengawasan.
Jadi rubrik ini menjadikan pengawasan
itu di lapangan lebih mudah. Kinerja aparatur semakin baik karena dia diawasi
masyarakat. Karena saya yang jawab langsung, kenapa saya tidak mau melibatkan
SKPD jawab? Supaya dia hati-hati.
Kalau dia saya minta menjawab, kan
dia tidak baca karena pertanyaannya dikasih ke dia. Kenapa saya jawab
langsung supaya dia harus baca dan dia harus ikuti. Nah akibatnya apa, seorang
kepala SKPD tak hanya tahu apa yang ada di SKPD dia.
Tapi, dia juga tahu yang ada di SKPD
lain. Ketika dia pindah ke SKPD lain, sebenarnya dia sudah tahu dari
pertanyaan-pertanyaan yang ada di rubrik ini, apa masalah di SKPD lainnya. Kalau ada mutasi, ada promosi,
rolling, dia tahu sebagian besar tugas pokok dan fungsi dan permasalahan yang
akan dihadapi.
Nah ini yang saya sangat ingin supaya
rubrik ini bisa diikui daerah-daerah lain, itu. Yang mengawasi masyarakat,
kemudian menjadi media untuk pejabat megetahui tugas pokok dan fungsi, serta
permasalahan di SKPD lain.
Kalau tidak ada itu, kan dia tidak
tahu masalah di SKDP lain apa. Ketika dia pindah di situ kan dia buta. Kalau
ini, minimal sebagian besar sudah tahu apa masalahnya. Sebab pertanyaan di
rubrik ini, sesungguhnya hampir menyentuh semua dinas. Jadi, dia tidak harus
belajar lagi.
Apa respon staf SKDP dengan rubric
SMS ini?
Mereka saya yakin, semua kepala SKPD,
tak hanya BP2T yang dia baca pertama ketika menerima koran Tribun dan saya
pastikan semuanya pasti langganan Tribun, yang dibaca adalah rubrik Yok Bangun Kote Kite.
Itu headline bagi mereka. Karena harus
melaksanakan jawaban saya itu pada kesempatan pertama.
Saya sudah minta kepada mereka segera
menangani sehingga mereka takutnya, kalau pagi seandainya ketemu atau saya
panggil, takutnya dia tidak tahu.
Hampir semua. Saya kadang cek mereka. Ada
pertanyaan misalnya di BP2T, atau PU, Cipta Karya. Biasanya sengaja saya
datangi jam 10 pagi. Saya Belum tanya, mereka sudah jawab
Pak yang SMS Tribun ini sebenarnya begini, begini.
Hampir semua seperti itu.
Kalau mau klaim sih tidak. Tapi hampir 90 persen begitu. Begitu saya
datang ke Diknas misalnya, karena ada jawab orang yang minta beasiswa anaknya,
belum saya tanya, orang Diknas sudah jawab Pak SMS yang Tribun sudah begini dan
begini.
Ini menunjukkan bagus untuk respon
mereka cepat. Jika ada hal serupa, tak perlu ada orang SMS, tak perlu perintah
wali kota. Mereka sudah tahu keinginan saya apa.
Terkait sikap proaktif SKPD itu,
apakah sebelumnya pernah terjadi?
Belum. Kalau pun ada satu dua saja.
Mereka juga kadang tak berani vulgar. Padahal saya senang mereka sampaikan apa
adanya. Sampai kan saja apa adanya. Kita bisa jawab dengan baik dan dengan pola
seperti ini akhirnya.
Apa ada jawaban wali kota di rubric
yang tak dijalankan SKPD?
Hampir tak ada. Kalau pun ada, itu
berkaitan dengan pertanyaan yang kadang melibatkan beberapa dinas. Misalnya
tentang pembangunan sekolah. Penganggaran dan yang membangun fisiknya di
Pekerjaan Umum, yang menggunakan bangunannya Diknas.
Jadi, kalau ada masalah di
anggaran dan pengerjaan fisik, Diknas jadi tidak tahu. Kenapa ini kok ini WC
sekolah bangunannya tidak berfungsi baik Diknas tidak tahu karena itu kan
banguannya PU atau Cipta Karya.
Pernahkan mengumpulkan SKPD membahas
SMS yang masuk?
Biasanya, itu selesai oleh mereka.
Tapi ada juga yang bisa saya panggil, kalau saya lihat misalnya masih ada
pertanyaan tentang masalah yang sama dari masyarakat. Kalau sudah kembali
ditanyakan, saya akan panggil beberapa SKPD terkait untuk kedepannya tidak
perlu sampai saya harus memimpin koordinasi itu.
Tapi, mereka harus saling
koordinasi. Kadang itu ada ide, benar juga masyatakat. Padahal anggarannya di
SKPD ini, tgas pokok sehari-hari di SKPD ini. Untuk menyatukan ini kite
bertemu. Jadi Yok Bangon Kote Kite ini juga bisa jadi bahan evaluasi kita untuk
efesisen dan percepatan dalam kordinasi maupun penempatan anggaran-anggaran
untuk kegiatan yang memang saling bersinggungan antar satu SKPD dengan SKPD
lain.
Contoh misalnya kan PU dengan Cipta
Karya, PU dengan Perhubungan. Kegiatan ada di PU pengaturan lainnya di
perhubungan. Misalnya marka jalan itu di Perhubungan. Tapi biasanya kalu ada
yang seperti ini, mereka lapor dulu ke saya. Tapi itu sedikit paling
kasus-kasus tertentu yang memang harus cepat.
Dinas mana yang paling banyak
ditanyakan lewat SMS?
Pertama, PDAM, PU, Diknas, itu yang
sering banyak mendapat pertanyaan masyarakat. Tapi, semuanya ditangani dengan
baik. 90 persen SMS yang masuk ditindaklanjuti.
Hampir tiga tahun mengasuh rubrik ini
tanpa bantuan siapapun. Apa harapan ke depan?
Pertama, saya ingin rubik ini lanjut
karena dampak positifnya sangat besar. Saya mengajak seluruh kepala daerah itu
harus berani membuat rubrik seperti ini. Ini komunikasi kita dengan masyarakat
yang harus kita lakukan sebagai pimpinan.
Rubrik ini juga penuh dengan
inspirasi untuk percepatan pembangunan kota. Kadang ide-ide datangnya dari
masyaralat itu lebih murni. Mereka kadang sampaikan dengan kalimat-kalimat yang
bagaimana untuk menunjukkan ketulusannya. Itu merupakan modal dasar kita untuk
perbaikan-perbaikan dalam penanganan sesuatu di yang ada tata pemerintahan
kita.
Mengapa tertarik untuk dibukukan?
Pertama, buku ini mungkin bisa
dijadikan motivasi untuk jajaran kita dulu agar semakin memahami permasalahan
yang berkaitan dengan tugas-tugas kita dengan masyarakat. Kita bisa melihat
permasahan pemerintahan di masyarakat.
Itu saja rasa sudah lengkap di SMS
yang masuk. SMS-SMS itulah yang harus kita tangani. Buku ini juga kalau dibaca
dengan baik oleh pemangku kepentinan, pelaksana tata pemerintahan, akan
memudahkan dia mengantiaipasi permasalahan yang timbul karena sudah tahu
antisipasinya.
Rubrik ini melalui aspirasi yang
disampaikan lewat SMS, ternyata meredam masyarakat menyampaikan aspirasi dengan
cara demonstrasi. Selama empat tahun saya menjadi wali kota bersama Pak
Paryadi, baru dua kali didemo.
Itu pun sebenarnya bukan ditujukan ke
kita karena masalah bahan bakar minyak (BBM). Masalah BBM bukan urusan kita,
tapi Pertamina. Kedua, ke depan siapapun yang memimpin kota ini, dia haris
bergaya, gayanya seperti itu kalau mau cepat.
Karena sekarang ini pembangunan kita
sangat cepat dan tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi. Buku ini bisa
dibaca oleh semua kalangan. Kita juga akan cetak buku ini dan diberikan kepada
masyarakat agar mereka semakin peduli tentang kotanya dan ikut mengawasi
jalannya pemerintahan ini.
Buku ini, juga kita kirim kepada
kepala daerah-kepala daerah yang lain supaya mungkin bisa jadi inspirasi kepala
daerah, dalam berkomunikasi untuk kepentingan mayarakatnya. Komunikasi rubrik
ini jadi salah satu pemicu kita dapat prestasi-prestasi yang luar biasa.
Saya katakan luar biasa karena hampir
semua jenis penghargaan kita sudah dapat. Kecuali satu yang belum, Adipura.
Kenapa Adipura belum berkaitan dengan pasar. Flamboyan yang kumuh, itu selalu
jadi alasan mereka.
Kalau yang lain sudah semakin baik.
Jadi untuk mengubah dari 10 yang terjelek menjadi pelayanan publik 10 yang
terbaik. Mengubah dari Disklaimer jadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), salah
satunya karena komunikasi yang baik dengan masyarakat.
Akhirnya tidak banyak masalah yang
timbul. Semua kepentingan mereka kita tangani. Itu jadi kepuasan bagi kita,
jajaran Pemkot Pontianak. Kita meriah predikat Kota Layak Anak dua tahun
berturut-turut, Keluarga Berencana (KB) dari John Hopkins University, Presiden
juga, Inovasi Goverment Watch, Penanganan Kawasan Kumuh kita dapat.
Agustus ini, kita dapat 8
penghargaan. Itu tadi yang terakhir yang dimuat Tribun, seorang guru Pontianak
yang termotivasi oleh tantangan saya akhirnya terpilih jadi guru teladan juara
1 tingkat nasional.
Nah itu semuanya media yang berperan
menjadikan masyarakat kita ikut dalam pembangunan kota ini. Partisipasi media
massa sangat positif, sangat baik.
Saya sagat senang media mengkritisi apa yang
tak kita lakukan padahal seharusnya kita lakukan.
Secara umum, media berperan besar dalam
pencapaian kerja Pemkot. Saya akan ajak media nanti untuk bersama-sama kita,
menghilangkan kayaknya sulit, yang namanya korupsi ini karena konsep pemahaman korupsi sanagt luas. Tapi
menekan seminimal mungkin, bisa.
Ini yang saya mengajak media terus
menyuarakan itu, sehingga era transparansi seperti ini, harus kita gunakan
untuk mempermudah penanganan atau menekan angka korupsi di mana pun. Itu bisa,
media bisa mekakukannya.
Demikian, sepintas tulisan di buku SMS Mengubah Pontianak ini. Di buku aslinya, lebih banyak data, strategi, dan pencapaian pembangunan di Kota Pontianak yang dilakukan Wali Kota Sutarmidji. Inilah warisan tak ternilai dari sosok kepala daerah untuk warga dan penerusnya kelak. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar