Sabtu, 07 Maret 2009

Black Campaign sampai Iklan Terselubung Rawan


*Coffe Morning Tribun Pontianak Bersama KPID dan Panwaslu

PONTIANAK, TRIBUN - Obrolan pagi Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kalbar dan Komisi Penyiaran Informasi Daerah (KPID) Kalbar bersama jajaran Redaksi Tribun Pontianak, Selasa (3/3) siang, berlangsung hangat.
iskusi informal bertajuk Bersama Kita Tingkatkan Mutu Pemilu di Kalbar itu, diwarnai pengkajian terhadap pasal-pasal dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 yang bersifat multi-tafsir. Seirus, tapi tetap santai.

Anggota Panwaslu Warih Yulikanti dan Hawad Sriyanto SH begitu bersemangat melayani pertanyaan- pertanyaan tajam kru redaksi.
Demikian halnya Anggota KPID, Syarif Muhammad Hery Alkadrie dan Sumarsono yang tiada bosa mengurai masalah-masalah periklanan yang belum gamblang betul ketentuannya.

"Saya yakin beberapa teman media, termasuk lembaga penyiaran memberi peluang kepada seluruh peserta Pemilu. Kadang memang terjadi, peserta Pemilu yang tidak menangkap peluang itu," tutur Hawad Sriyanto.

Mencermati kebebasan berkampanye melalui iklan televisi, radio, media massa saat ini, menyimpan potensi pelanggaran ketentuan yang ada. "Dalam proses itu, bukan tidak mungkin terjadi pelanggaran kampanye. Misalnya, black campaign dan iklan-iklan terselubung," kata Hawad.

Warih menjelaskan seperangkat larangan kampanye di media massa antara lain, menjual blocking segmen atau blocking time, menerima sponsor atau format dalam bentuk apa pun untuk kampanye, dan menjual spot iklan yang tak dimanfaatkan peserta Pemilu kepada peserta Pemilu lain.

"Media juga harus bisa mematuhi ketentuan masa tenang. Yaitu, tiga hari menjelang pemilihan. Selama masa tenang, tidak boleh lagi muncul atribut, lambang, dan slogan yang mengarah kepada penyampaian visi misi peserta Pemilu," tegasnya.

Cabut Izin
Disinggung kebiasaan Paswaslu kewalahan, bahkan lepas dalam mengawasi pelanggaran selama Pemilu, Hawad mengatakan, Panwaslu tak bekerja sendirian. Melainkan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Pers, dan pemerintah daerah.

"Jika pelanggaran peserta Pemilu, kita memberikan laporan kepada KPU. Jika media massa yang melanggar ketentuan, kita akan arahkan ke dewan pers," tuturnya.
"Jika berkaitan tempat-tempat yang dilarang untuk pemasangan baliho, spanduk, dan atribut lainnya, pemerintah daerah yang akan menertibkan melalui satuan polisi pamong praja setelah mendapat surat dari Panwaslu," jelas Hawad.

Selain itu Panwaslu menjalin kerjasama dengan aparat penyidik (Kejaksaan dan Polri).
KPID pun fokus mengawasi pernyiaran publik, baik media televisi dan radio. "Kita bisa berikan teguran dan sanks-sanksi, kalau lembaga penyiaran publik tersebut melakukan pelanggaran," tegas Sumarsono.

Media elektronik, radio dan televisi, berlangganan maupun komunitas harus memberi alokasi waktu yang adil dan berimbang untuk kampanye.
"Memang space dan durasi tidak dibatasi sebagai konsekusnsi keputusan MK. Yang dipantau
KPID advertorial tak dibatasi untuk media, tapi dibingkai ketentuan UU Penyiaran. Tidak boleh lebih 20 persen dari jam tayang," jelas Hery Alkadrie.

Lembaga penyiaran publik yang melanggar UU Nomor 10 Tahun 2008, sanksinya berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara, pengurangan durasi hingga pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. (hsm)

Tidak ada komentar: